Word: Ayu Arman
Di bawah pimpinan Bapak Gabriel Asem
Saya ingin pembangunan infrastruktur daerah Tambrauw ini berjalan lancar. Namun, saya sadar bahwa anggaran daerah kami terbatas untuk menggerakkan semua secara bersamaan. Apalagi, pembangunan jalan, jembatan, dan gedung-gedung di medan yang masih berupa hutan belantara, perbukitan, dan gunung-gunung itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Kami harus babat alas, menebang ribuan pepohonan besar, membelah dan memotong ketinggian bukit dan gunung, menggali dan menimbun tanah dengan alat-alat berat. Tentu, kami membangun dengan prinsip kehati-hatian. Sebab, 80 persen hutan Tambrauw adalah hutan konservasi dan lindung.
Selain kontur tanah yang sulit, harga bahan material juga mahal. Satu sak semen harganya 500 ribu hingga satu juta rupiah. Bahan-bahan material dan alat berat itu kemudian harus diangkut dengan helikopter khusus ke lokasi. Sehingga, biaya pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, dan gedung-gedung di daerah Tambrauw itu menyundul gunung. Dalam membangun jalan, satu kilometer jalan biayanya mencapai 3 sampai 5 miliar rupiah. Sementara, untuk peningkatan (aspal atau rigid), satu kilometer jalan anggarannya mencapai antara 8 sampai 10 miliar rupiah.
Oleh karena itu, anggaran pembangunan infrastruktur itu bukan dari satu anggaran APBD dalam satu tahun. Tapi, dari anggaran APBD multiyears, dari tahun 2012 hingga 2019. Pada periode pertama, tahun 2011 sampai 2016, kami membangun infrastruktur jalan dan jembatan dengan APBD Tambrauw murni.
Banyak orang bertanya dari mana saya mendapatkan uang sebanyak itu untuk bisa membangun wilayah Tambrauw yang sangat luas dalam satu dekade. Saya jelaskan bahwa semua daerah itu sesungguhnya punya anggaran. Tetapi, semua tergantung dari cara kita mengatur keuangan dan ke mana arah keberpihakan kita.
Dalam penggunaan APBD, kami menganggarkan belanja publik (infrastruktur, pendidikan, kesehatan) lebih besar ketimbang belanja pegawai. Belanja publik kami sekitar 60 persen.
Dalam rentang sepuluh tahun, 2011 sampai 2021, kami telah berupaya untuk membangun jalan-jalan yang tidak hanya menerobos ke Ibu Kota Fef, melainkan juga membangun jalan di garis pantai utara (pantura) dari Moraid hingga Kwoor dan akan dilanjukan oleh APBN karena kami telah mengusulkan ke Kementerian PUPR, juga akses gunung dari Moraid sampai Miyah. Sehingga, saat ini akses jalan yang membentang dari Mega, Sausapor, Fef, Miyah, dan Kebar bisa dilalui dengan mulus dan lancar hingga menghubungkan Sorong dan Manokwari.
Sekarang, kami bisa bepergian kapan saja, siang atau malam, tidak ada lagi kesulitan. Perjalanan dari Sorong ke Fef yang dulu ditempuh satu minggu dengan mobil kini hanya lima jam saja. Perjalanan dari Sausapor ke Fef yang dulu ditempuh oleh masyarakat dengan berjalan kaki 5 sampai 6 hari kini cukup 3 jam dengan mobil.
Saya berharap tidak akan ada lagi cerita mama-mama mengantar anak-anak ke sekolah dengan jalan kaki berkilo-kilo. Tidak akan ada cerita orang sakit ditandu dengan berjalan kaki. Tidak akan lagi cerita bahan material mahal karena harus diangkut helikopter. Tidak akan lagi cerita mobil hanyut oleh arus sungai. Tidak ada lagi cerita kepala kampung yang berjalan selama satu minggu berjalan kaki masuk hutan dan naik turun bukit dari Senopi atau Miyah ke Sausapor hanya untuk mendapat pengarahan saja dan mereka tidak menerima gaji. Saya harap cerita sedih akibat keterisolasian hanya menjadi cerita masa lalu dan hanya menjadi sebuah kenangan.
Kini, dengan terbukanya infrastruktur jalan segala sesuatu menjadi mudah. Gerak aktivitas masyarakat Tambrauw lebih mudah, cepat, dan murah. Infrastruktur adalah induk dari pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur menjadi hal utama dan penting dalam kepemimpinan saya.
Selain memantapkan infrastruktur dasar dan fungsi-fungsi unit pemerintahan itu, ketersediaan tenaga listrik juga menjadi perhatian yang serius bagi kami. Energi listrik sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat serta memacu produktivitas dan pelayanan pemerintahan di semua bidang.
Selama ini, secara terbatas, sebagian masyarakat di beberapa distrik Tambrauw menggunakan genset. Dan, selebihnya masih gelap. Kami kemudian memulai membangun pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTMH) di Warabiyai, Sausapor, yang berkapasitas 1,6 mW (2 x 800 kW) pada 2013 dengan menggunakan dana APBD.
Pembangkit listrik ini adalah solusi paling murah dalam penyediaan listrik. Kita tahu, Tambrauw memiliki ratusan sungai dengan debit air yang tinggi. Arah aliran ratusan sungai Tambrauw umumnya dari selatan ke utara dan bermuara di Samudra Pasifik. Potensi sungai inilah kami manfaatkan sebagai sumber air baku dan sumber pembangkit listrik tenaga air yang mendukung PLTMH itu.
Karena biaya pembangunan PLTMH ini sangat besar, kami membangunnya secara bertahap. Sehingga, PLTMH ini baru diresmikan Menteri ESDM, Ignasius Jonan, pada 2018.
PLTMH di Warabiyai Sausapor ini merupakan satu-satunya pembangkit listrik tenaga mini hidro terbesar di Papua Barat. Daya listrik yang dihasilkan 150 ribu kWh per bulan dan kami jual ke PLN dengan harga 1.500 rupiah per kWh. Sehingga, PLTMH ini terhubung dengan jaringan PLN (On Grid) karena menyuplai listrik utama ke PLN. PLTMH ini dikelola BUMD.
Daya listrik PLTMH inilah yang kemudian menerangi lebih kurang tiga ribu rumah di Sausapor dan Werur, bergantian dengan PLTD milik PLN yang berkapasitas 250 kW. Saat ini, beban puncak Distrik Sausapor mencapai 170 kW yang dilayani PLTD pada pukul 18.00—06.00 WIT dan 08.00—12.00 WIT. Sisanya dilayani PLTMH Warabiyai.
Untuk saat ini, ketersediaan listrik baru menjangkau 70 persen dari 29 distrik. Umumnya, menggunakan daya listrik dari jaringan PLN, baik dengan pembangkit mesin diesel maupun energi baru dan terbarukan (EBT), serta menggunakan tenaga matahari dengan listrik tenaga surya hemat energi (LTSHE) yang merupakan bantuan Kementerian ESDM untuk setiap rumah tangga.
Masih terdapat 30 persen rumah belum dialiri listrik, baik dari PLN maupun PLTM mengingat lokasi distrik dan kampung masih terisolasi, jaringan jalan belum terbangun sampai ke wilayah tersebut. Saya masih berjuang keras untuk membangun pembangkit listrik dari energi terbarukan seperti tenaga minihidro (PLTMH) di seluruh distrik Tambrauw. Dan atas keberhasilan PLTMH di Sausapor inilah saya diundang sebagai narasumber pada acara seminar sehari di kampus MEP UGM, Yogyakarta. Dengan topik bahasan “Manajemen Aset untuk Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”
Selain instalasi listrik, kami juga membangun program instalasi pengolahan air bersih dan sarana telekomunikasi (tower Telkomsel). Pembangunan di bidang telekomunikasi juga sangat mendesak untuk dilakukan. Sebab, tanpa komunikasi yang baik, koordinasi dan konsultasi ke Pusat, Provinsi, tetapi juga koordinasi anatar OPD dilingkup Pemda Tambrauw menjadi sangat sulit.
Pembangunan antena satelit pertama dilakukan di Sausapor untuk kepentingan mendesak dan terbatas. Tahun 2012 sampai dengan 2015 adalah penanda kalender dimulainya pembangunan tower telekomunikasi sebanyak 8 (delapan) unit tersebar di delapan distrik yang hanya bisa diakses dengan layanan telepon dan SMS. Tower yang dibangun tersebut akan menjadi salah satu sumber penerimaan PAD karena akan dikontrak oleh pihak Telkomsel untuk meletakan peralatannya. Selanjut terhutung mulai tahun 2020 Kami bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Program Merah Putih untuk pemasangan jaringan pada 198 titik yang tersebar di pedalaman dan pantai. Saat ini, telah ada 198 titik jaringan internet 4G di semua distrik untuk memudahkan komunikasi antar kampung, distrik dan dunia luar. Kami berupaya memfasilitasi kebutuhan jaringan telekomunikasi bagi warga untuk membuka diri terhadap dunia luar.
Salah satu dampak positif yang telah dirasakan adalah percepatan penyebaran informasi sekaligus percepatan pembangunan daerah karena jangkauan jaringan seluler GSM dan internet. Jaringan luas ini memungkinkan masyarakat di berbagai distrik leluasa saling berbagi informasi dan melakukan tata niaga perdagangan.
Selain listrik dan air bersih, pemerintah juga membangun perumahan bagi masyarakat yang kurang mampu dengan rumah-rumah yang sederhana. Rumah setengah kayu dan tembok yang layak huni dengan pengembangan fasilitas MCK umum. Kami mulai membangun perumahaan masyarakat sejak 2015 dengan anggaran dana desa. Hingga kini sudah ada 556 rumah yang terbangun.
Rumah sakit Kab Tambrauw-Papua Barat. Dalam rentang sepuluh tahun kepemimpinan, kami telah berupaya melakukan pembangunan infrastruktur sebagai salah satu prioritas di samping peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan perekonomian yang menjadi indikator pembangunan manusia.
Sudah banyak yang kami lakukan untuk membuka isolasi wilayah dengan membangun jalan dan jembatan yang menghubungkan 216 kampung, menghubungkan distrik dan kabupaten. Saya yakin, jika kita memimpin dengan hati dan keberpihakan yang kuat untuk membangun, Tambrauw segera lepas landas dari keterisolasian secara keseluruhan. Dan, sekali lagi saya tegaskan, membangun dengan semangat keberpihakan membuat yang tampak mustahil dilakukan bisa terengkuh dalam genggaman.
Tugu konservasi yang berada di kota Fef-Kabupaten Tambrauw. Tentu saja, mimpi saya untuk mewujudkan ring road Tambrauw sisi utara dan selatan belum optimal sampai saat ini. Kami tidak bisa melakukannya sendiri karena tantangan kawasan yang terbentang luas dan kontur geografis yang berat serta membutuhkan anggaran yang luar biasa besarnya. Oleh karena itu, selama memimpin, saya terus-menerus berupaya keras membangun komunikasi dengan Pemerintah Pusat dan investor untuk mendukung anggaran dalam pembangunan infrastruktur. Saya yakin, jika kita memimpin dengan hati dan keberpihakan yang kuat untuk membangun, Tambrauw segera lepas landas dari keterisolasian secara keseluruhan.***