Word: Ayu Arman
SAKSI BISU PERTEMPURAN PERANG DUNIA KEDUA DI PAPUA
Tujuh puluh lima tahun silam, Pulau Biak menjadi tempat medan pertempuran Perang Dunia II antara Jepang dengan Sekutu. Pulau ini menjadi saksi bisu konflik terbesar dan paling destruktif sepanjang sejarah. Sehingga ada banyak peninggalan Perang Dunia II di Biak.
Salah satunya adalah Situs Gua Binsari atau Gua Jepang yang menjadi medan pertempuran serdadu Jepang dan Sekutu. Gua alam ini digunakan sebagai tempat persembunyian, pusat logistik, dan pertahanan bagi tentara Jepang saat Perang Dunia II tahun 1943-1945.
Tentara sekutu yang berada di bawah kepemimpinan Jenderal Douglas MacArthur kemudian mengetahui pusat logistik tentara Jepang berada di Biak itu. Maka, pada 7 Juni 1944, sekutu langsung menjatuhkan bom dan drum-drum bahan bakar di atas gua ini sehingga meluluhlantakkan sebagian gua, dan bekasnya membentuk lubang besar, seperti membentuk lembah di sekitar gua ini.
Sekitar 3.000 prajurit Jepang tewas dan terkubur hidup-hidup di gua tersebut. Mayat-mayat tentara Jepang yang terkurung di dalam gua itu baru berhasil dipindahkan sekitar tahun 1970-an. Ada ratusan tengkorak, tulang kaki tangan masih utuh.
Konon, dulu masih sering terdengar jeritan hantu tentara Jepang yang terkubur dalam gua tersebut. Namun, setelah Sebagian tulang belulangnya dikembalikan ke Jepang untuk dikremasi tidak ada lagi suara-suara asing tersebut di dalam gua.
Juga banyak sisa -sisa mortir, peluru, senjata, bangkai mobil dan pesawat yang menjadi bukti dahsyatnya penyerangan di gua yang memiliki kedalaman sekitar 45 meter dan panjang 180 meter tersebut.
Untuk mengenang peristiwa tersebut dibangun Monumen Perang Dunia II di Desa Paray yang terletak antara Mokmer dan Bosnik, tujuh kilometer dari Biak Kota pada tahun 1994. Dan gua Bensari yang dikenal dengan gua Jepang ini kemudian ditetapkan sebagai salah satu objek wisata sejarah perang dunia ke-II di Kabupaten Biak-Papua.
Saat saya mengunjungi gua ini pada beberapa minggu lalu, saya melihat senjata dan benda-benda bekas perang dunia kedua itu tertata rapi di sepanjang jalanan memasuki area mulut gua. Di antaranya adalah senjata ringan maupun senjata berat seperti peluru, helm atau topi-topi tentara jepang, pesawat jepang, bom, peralatan makan minum, samurai, pistol dan alat-alat kedokteran seperti obat-obatan, dan benda – benda dari sekutu.
Di depan gua terdapat pusat informasi yang menyimpan berbagai amunisi dan senjata baik milik Jepang maupun Amerika yang digunakan dalam pertempuran Biak. Untuk masuk ke gua dikenakan biaya 25.000 Rupiah per orang dan dibayarkan pada penjaga pusat informasi tersebut.
Dari pusat informasi saya berjalan kaki menyusuri jalan beton sekitar 300 meter menuju mulut gua yang masih tampak alami tersebut. Di pertengahan jalan terdapat dua saung untuk berteduh kala hujan serta tugu peringatan tentara Jepang yang terlibat dalam pertempuran di dalam gua. Gua ini berada sekitar 50 meter ke bawah menuruni tangga yang sudah dibuat oleh pemerintah setempat, jadi tak perlu memakai sepatu khusus untuk masuk ke dalam gua.
Di bawah pohon beringin yang sangat besar, ternyata ada sebuah lubang menganga sampai ke dasar goa. Dari atas, suasana di dalam goa terlihat gelap dan sunyi. Pohon-pohon yang tinggi dengan daun-daun yang berserakan di atas jalan memberikan suasana misterius untuk tempat wisata ini.
Pertama kali saya merasa takut karena suasana goa terlihat mencekam dari luar. Apalagi sejarah goa yang merupakan ‘kuburan’ tentara Jepang. Namun, saya memberanikan diri untuk turun dan masuk ke dalam goa. Karena saya ingin melihat seperti apa sebenarnya tempat bersejarah ini.
Saya melewati anak tangga yang cukup panjang untuk turun ke bawah. Saya akhirnya sampai di mulut goa yang sangat besar. Pintu goa dihiasi dengan stalaktit-stalaktit yang bentuknya meruncing dan meneteskan air ke bawah. Suara gemericik air tanah menambah suasana teduh dan misterius dari goa yang cukup lembab itu.
Ternyata tak semua sisi goa ini gelap dan mencekam. Di bagian dalam justru terlihat terang karena ada lubang yang menganga di atas. Lubang sebelum memasuki goa. Selain itu, akar-akar pohon tua yang menjalar di dinding goa membuat ornamen klasik tersendiri pada goa misterius. Di sudut lain, dinding gua ditumbuhi beberapa tanaman hijau.
Awak gua ini cukup luas dan lebar sehingga tidak terlalu sulit bernafas seperti ketika memasuki lorong gua yang sempit.Kita bisa leluasa menelusuri tiap sudut gua yang bentuknya seperti aula besar dengan stalaktit dan stalakmit yang masih utuh.
Mengunjungi gua ini menjadi penutup perjalanan saya selama dua minggu di Kepulauan Yapen,Papua riset sebuah buku biografi kepala daerah Kabupaten Kepulauan Yapen di akhir 2022 lalu. Dan, saya merasakan energi fisik saya kembali pulih, segar, setelah hampir 30 menit saya duduk diam, menyelaraskan tarikan napas saya dengan energi dalam gua ini. Gua ini bagi saya tidak hanya menyimpan nilai sejarah tapi juga sebagai tempat “menyuling” energi yang luar biasa.
Anda tertarik untuk menyusuri dan merasakan pengalaman di gua Binsari Biak ini? Yuk, jadwalkan perjalanan bersama kami. Kami siap menjadi pemandu Anda untuk menjelajahi alam Papua yang indah dan penuh keajaiban.