Word: Ayu Arman
Mereka yang memilih melayani, Mereka terpilih untuk memimpin
—Johny Kamuru
Jabatan menjadi bupati adalah sebuah anugerah Tuhan. Namun, jabatan itu hadir setelah kita melewati proses dan ujian diri yang panjang. Pengujian kualitas kerja, pengujian loyalitas, pengujian pengorbanan diri, juga pengujian iman kepada Tuhan. Ya, Tuhan menguji keimanan saya saat memproses kedewasaan jiwa saya sebelum memimpin tanah kelahiran saya ini.
Jika Tuhan sedang menguji dan memproses kita sesuai kehendak-Nya, rencana Tuhan tidak pernah bisa dikompromikan insani. Karena itu, meski semua orang bisa melayani, tidak semua orang dirancang untuk memimpin. Orang-orang yang dirancang untuk memimpin adalah orang yang telah teruji antara intelegensi, keteguhan, pelayanan, keimanan, dan hal-hal tak tampak yang tak terduga. Semua itu ditempa bersama melalui komitmen pada pilihan-pilihan hidup kita sehari-hari.
Melayani dahulu, memimpin kemudian” merupakan refleksi dari perjalanan karier saya. Memimpin adalah soal talenta, sementara melayani adalah soal panggilan hati. Oleh karena itu, ketika saya memikirkan kepemimpinan sebagai kerja pelayanan, dua bayangan hadir dalam benak saya: (1) Yesus yang membersihkan kaki murid-murid-Nya; dan (2) Mama yang setiap hari dalam hidupnya melayani saya.
Saya merasa jika Yesus dapat menyisihkan waktu untuk membasuh kaki murid-murid-Nya dan Mama saya dapat membuatkan masakan untuk saya setiap hari tanpa mengeluh, saya tentu saja dapat menyisihkan waktu untuk membantu seseorang yang membutuhkan pertolongan dan dorongan.
Melayani orang lain mungkin tidak selalu sesuai dengan jadwal kita, tetapi itu sesuai dengan rencana Allah untuk hidup kita. Allah tidak memilih yang terbaik. Allah memilih yang paling bersedia. Jika kita bersedia untuk melayani dengan cara-cara kecil, kita akan mengubah dunia dengan cara besar. Semuanya dimulai dari membasuh kaki, membuatkan masakan, dan semua tindakan kecil lainnya yang tumbuh dari cinta yang tidak mementingkan diri sendiri. Jika kita menggunakan jabatan pemimpin itu untuk melayani dengan hati, kita akan memiliki tujuan hidup dan kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan diri kita sendiri.
Saat mengawali kepemimpinan sebagai bupati, saya senantiasa berdoa kepada Tuhan: “Ya, Tuhan, tolonglah aku melayani sesama. Bimbing saya untuk mengenyampingkan kepentingan dan keinginan pribadi sehingga saya dapat memberikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkannya.”
Pada 2020 atau di tahun saat wawancara ini dibuat, kepemimpinan saya telah memasuki tahun ketiga. Dalam rentang tiga tahun itu, saya telah berupaya melakukan pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan sosial, dan mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat agar terwujud misi-visi kami. Yaitu, mewujudkan masyarakat maju, cerdas, sehat, dan sejahtera.
Saya bersyukur, bupati sebelumnya, Bapak Septanus Malak, telah meletakkan dasar pembangunan infrastruktur sehingga kepemimpinan kami tinggal melanjutkan dan melengkapi apa yang sudah ada. Bagi saya, sesuatu yang baik harus kita lanjutkan dan sesuatu yang kurang harus kita koreksi. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang kontinum, berkesinambungan program dari setiap periode kepemimpinan. Sehingga, program pembangunan itu memiliki nilai manfaat berkelanjutan bagi masyarakat.
Prinsip kepemimpinan itu mendasari kebijakan-kebijakan pembangunan yang saya ambil. Sehingga, program-program pembangunan pada kepemimpinan kami, khususnya dalam pembangunan infrastruktur, banyak menyelesaikan pembangunan pada kepemimpinan sebelumnya. Dalam tiga tahun usia kepemimpinan, kami lebih banyak melakukan peningkatan ketersediaan jalan dan juga melakukan pembangunan baru.
Misal, badan jalan sudah dikerjakan pada kepemimpinan sebelumnya. Pada kepemimpinan kami, badan jalan yang sudah dikerjakan itu ditingkatkan supaya jalan itu betul-betul dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebab, kondisi jalan di Kabupaten Sorong umumnya masih dalam keadaan sirtu atau konstruksi lapis pondasi agregat. Sehingga, pembangunan jalan itu kami tingkatkan menjadi jalan beton atau aspal. Terutama, jalan-jalan dalam Kota Aimas yang merupakan wajah depan Kabupaten Sorong.
Peningkatan jalan itu menyebar secara bertahap ke seluruh wilayah Kabupaten Sorong. Beberapa titik jalan yang dilakukan peningkatan ruas jalan, antara lain Malawor—Makbon, Aimas—Unipa, Kantor Pemda—Kanal, Intimpura—Pasar Aimas. Lalu, berlanjut ke Aimas, Mariat, Sayosa, Sailala, Maudus, Maladofok, dan Disra. Selain itu, peningkatan jalan juga dilakukan di Majener—Katapop Pantai dan Majener—Jalan Petrocin.
Selain peningkatan jalan, kami juga melakukan pembangunan pada jalan di daerah-daerah yang masih terisolasi. Pada 2019, kami telah membuka jalan penghubung antara Distrik Sunook dan Maudus sepanjang 5 km dan akan terus ditingkatkan. Dari 33 distrik di Kabupaten Sorong saat ini, tersisa dua distrik yang belum bisa ditembus dengan kendaraan darat. Yaitu, Distrik Malabotom dan Distrik Bagun. Hingga amanat kepemimpinan ini berakhir kelak, kami bertekad, dua distrik tersebut sudah memiliki akses jalan kendaraan darat.
Selain peningkatan dan pembangunan jalan, kami juga melakukan revitalisasi alun-alun dan jalan kanal untuk mempercantik wajah utama ibu kota. Saya berharap semua pembangunan dan peningkatan infrastruktur jalan itu dapat membantu mobilitas masyarakat dan menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Sorong.
Selain melanjutkan pembangunan dan peningkatan jalan, saya pun merelokasi pembangunan gedung rumah sakit umum daerah (RSUD) Kabupaten Sorong di Kilometer 22, Kota Aimas.
Pembangunan gedung rumah sakit Kabupaten Sorong ini sesungguhnya telah lama dibangun sejak 1997 atau pada periode kepemimpinan Bupati John Piet Wanane. Namun, bangunan itu belum difungsikan. Sehingga, pada awal kepemimpinan, saya bertekad memindahkan RSUD Kabupaten Sorong yang masih berada di Kampung Baru ke Kilometer 22, Kota Aimas. Alasannya sederhana, yaitu untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Kabupaten Sorong.
Pada awal 2018, kami fokus melakukan berbagai pembenahan dan relokasi gedung RSUD itu dengan melengkapi berbagai fasilitas alat kesehatan dan terus memproses syarat-syarat pemindahan. Ternyata, melakukan relokasi rumah sakit dibutuhkan tahapan dan syarat yang berliku.
Sembari semua proses relokasi itu berjalan, RSUD difungsikan sebagai poliklinik. Setelah melewati perjuangan dan kerja keras, akhirnya RSUD Kabupaten Sorong berpindah ke Kota Aimas.
Saya sangat bahagia saat meresmikan RSUD yang kemudian dinamakan RSUD John Piet Wanane itu. Setelah 15 tahun, saya bisa menghidupkan gedung yang pertama kali dirintis dan dicita-citakan John Piet Wanane pada 2003.
Saya juga terima kasih kepada para ahli waris karena telah menyetujui usulan pemerintah untuk menggunakan nama mendiang John Piet Wanane sebagai nama RSUD Kabupaten Sorong itu.
Penggunaan nama itu saya usulkan sebagai ungkapan terima kasih dan upaya melanjutkan cita-cita besar Pak Wanane yang telah mencetuskan pembangunan rumah sakit ini. Saat saya menjabat Kabid Anggaran, saya tahu persis cetusan ide pembangunan RSUD Kabupaten Sorong ini berlangsung debat sengit antara Bapak John Piet Wanane dan Bapak Achmad Hatari yang saat itu menjabat Kepala Bagian Keuangan.
Gagasan membangun rumah sakit itu sempat dimentahkan Bapak Achmad Hatari dengan alasan Kabupaten Sorong yang wilayahnya masih skala kecil tidak mungkin membangun rumah sakit bertaraf internasional. Namun, Pak Wanane dengan komitmen yang kuat dan teguh, akhirnya memulai pembangunannya pada 2003 hingga dua tahun kemudian selalu masuk dalam anggaran daerah. Dan, jadilah gedung ini.
Akhirnya, pada Juli 2020, saya bisa menuntaskan cita-cita besar Bapak Wanane itu. Kini, Kabupaten Sorong memiliki rumah sakit umum dengan 15 poliklinik rawat dan 21 dokter spesialis (patologi klinik, bio mikrobiologi, radiologi, dan gizi), dua orang dokter subspesialis (digestif dan konsul kandungan), 13 orang dokter umum, serta 2 orang dokter gigi dan mulut. Juga, RS ini dilengkapi ruang rawat inap dengan 305 tempat tidur pasien dengan rincian: 226 tempat tidur pasien dewasa, 30 tempat tidur pasien bayi, dan inkubator sebanyak 49 unit.
Untuk menunjang peningkatan pelayanan kesehatan, kami juga membangun gedung untuk Fakultas Kedokteran Universitas Papua (Unipa) yang telah dirintis Bupati Malak. Pusat dari universitas ini di Manokwari. Kampus di Aimas ini merupakan kampus kedua.
Kami juga menyelesaikan program pembangunan hotel dan gedung pertemuan Kota Aimas yang melanjutkan program sebelumnya dari Bupati Malak. Hotel dan gedung pertemuan Aimas ini merupakan gedung terbesar di Papua Barat yang bisa memuat kapasitas 2 hingga 3 ribu orang. Hotel ini sekarang dalam proses tahapan untuk bekerja sama dengan pengelola.
Kami juga melakukan revitalisasi Pasar Induk Aimas. Pasar induk ini juga sudah dibangun sejak era Bupati John Piet Wanane. Pasar ini juga sesungguhnya sudah diresmikan Bupati Stepanus Malak. Namun, pasar itu belum difungsikan secara maksimal. Lebih kurang 50 persen kondisi gedung dan los-los untuk berjualan itu rusak dan sudah tertutupi semak hingga 2 meter.
Saya kemudian berinisiatif untuk menghidupkan bangunan pasar induk yang terbengkalai ini. Sebab, seluruh los atau ruangan di pasar induk ini sudah dimiliki para pedagang yang berdomisili di Aimas dan Sorong. Saya juga menegaskan kepada pemilik los agar segera menggelar barang dagangannya. Jika tidak, tempat atau los yang sudah dibeli diambil alih lagi oleh pemerintah.
Saya berharap, dengan merevitalisasi dan mengoperasikan pasar induk ini bisa bermanfaat bagi kehidupan banyak orang dan menggerakkan perekonomian daerah. Sebab, pasar rakyat adalah ruang berkumpulnya produk dan hasil-hasil pertanian, perikanan, dan kerajinan. Untuk mendukung keberadaan pasar induk ini, saya berupaya membangun beberapa ruas jalan menuju pasar maupun terminal dengan harapan agar masyarakat segera berjualan di Pasar Induk Aimas. Yang pasti, saya tidak ingin ada gedung mangkrak yang sudah menghabiskan kas daerah. Karena itu, saya menghidupkan bangunan-bangunan yang telah ada agar bisa hidup, menghidupi, dan menghidupkan masyarakat dan ekonomi daerah sehingga bangunan itu memiliki nilai. Membangun infrastruktur itu bukan sekadar membangun, melainkan juga harus mampu menghidupkan bangunan itu. Terlebih lagi, mampu membawa kemanfaatan yang luas dalam jangka panjang.
Itulah pentingnya program berkesinambungan. Memiliki nilai manfaat dan pastinya tidak ada pemborosan anggaran. Oleh karena itu, meski pembangunan itu bukan saya yang mengawali, saya harus tetap melanjutkannya agar pembangunan itu tuntas dan dapat digunakan sebesar-besarnya untuk pelayanan masyarakat. Jadi, pembangunan itu tidak harus dimulai dari awal. Itu adalah prinsip dalam kepemimpinan saya. Saya lebih memilih mencari nilai ketimbang nama. Tentu, ini memerlukan kebesaran hati dan menekan ego pribadi saya sebagai manusia biasa. Semua itu saya lakukan karena saya hanya ingin menggunakan jabatan saya untuk meningkatkan kebaikan. Sehingga, pembangunan infrastruktur itu bernilai guna dalam kehidupan masyarakat. Entah itu terlihat atau tidak.
Saya teringat kisah Yitro, ayah mertua Musa. Yitro adalah penggembala domba suku Keni dan seorang imam di Midian. Al-Kitab hanya menyebut namanya sekali. Ia tidak seterkenal seperti Musa. Namun, peran Yitro sangat bernilai pada perjuangan Musa membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. Keberhasilan Musa itu karena dibantu beberapa pembantunya dan terkhusus oleh penasihatnya, Yitro, yang tidak lain adalah ayah mertuanya sendiri.
Selain Yitro, ada juga kisah Barnabas. Barnabas adalah Lewi dari Siprus. Ia seorang yang baik, diberkati Roh Kudus dan iman. Nama aslinya Yusuf, tetapi dipanggil Barnabas yang berarti “Anak Penghiburan”. Dalam banyak hal, Barnabas adalah teladan luar biasa, khususnya dalam memberi persembahan dan membantu orang menjadi murid Yesus.
Barnabas memiliki kedekatan dengan Rasul Paulus. Sebelum Rasul Paulus mengikuti ajaran Yesus, namanya adalah Saulus. Ia dikenal sangat kejam karena banyak membunuh orang-orang Kristen—orang-orang yang mengenal ajaran Yesus. Dalam proses hidupnya, ia kemudian bertobat dan mengikuti ajaran Yesus. Namun, banyak murid Yesus yang belum memercayainya.
Barnabas adalah orangyang meyakinkan pengikut Yesus bahwa Saulus yang terkenal penganiaya pengikut Yesus kini sudah menjadi bagian dari lingkaran Yesus sejak ia melihat Tuhan dan mengajar di Damsyik (Kisah Para Rasul, 9:27). “Kamu jangan takut sebagai seorang Saulus. Dia ini sudah Paulus, dia bukan seperti dulu lagi. Dia kini sudah benar-benar takut Tuhan,” ucap Barnabas.
Saat kita membaca Al-Kitab, barangkali kita lebih mengenal nama Paulus daripada Barnabas. Ya, Barnabas memang tidak populer, tetapi dia sangat bernilai karena perannya dalam menyakinkan bahwa Saulus sudah menjadi Paulus kepada semua pengikut Yesus. Dengan demikian, Paulus akhirnya dipercaya.
Dalam hidup ini, saya berprinsip demikian. Mencari nilai itu lebih penting daripada mencari nama. Itulah yang mendasari kebijakan saya dalam memimpin. Sehingga, saya tidak harus melakukan sensasi atau membuat program yang muluk-muluk agar terlihat berbeda dengan kepemimpinan sebelumnya. Tidak. Biarlah nama saya tidak terlihat asal apa yang saya lakukan memiliki nilai dan berdampak nyata, dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Pembangunan infrastruktur masih menjadi hal utama dan penting dalam kepemimpinan saya. Sebab, infrastruktur akan membuka konektivitas wilayah sebagai upaya untuk membuka keterisolasian di berbagai distrik yang terisolasi dan juga mengatasi ketertinggalan yang merambati persoalan lain. Hal itu akan berdampak langsung kepada ekonomi lokal, layanan publik, kesehatan, dan pendidikan.
Apalagi, Kabupaten Sorong sudah ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) pertama di Papua oleh Pemerintah Pusat. Penetapan KEK itu diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia Timur yang turut sejalan dengan salah satu prinsip Nawacita, yakni membangun Indonesia dari pinggiran. KEK ini berlokasi di Distrik Mayamuk dan dibangun di atas lahan seluas 523 hektar. Kawasan ini berada pada jalur lintasan perdagangan internasional Asia Pasifik dan Australia.
Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur di Kabupaten Sorong akan terus menjadi program utama dalam kepemimpinan saya. Baik pembangunan jalan, jembatan, irigasi—meningkatkan bendungan air untuk pelayanan air ke daerah-daerah persawahan, membangun vila dan kampung wisata seperti di Kampung Malagufuk, Distrik Makbon. Kawasan ini akan menjadi salah satu ikon wisata di Kabupaten Sorong.
Di sini, kami sudah membangun Eco Village Gapura dan homestay. Daya tarik wisata alam Malagufuk adalah keberadaan satwa liar yang langka, seperti kawanan burung cendrawasih, kasuari, mambruk, rangkong, dan sebagainya. Saya tidak bisa menyebutkan satu per satu pembangunan infrastruktur yang sudah terselesaikan dan sedang berjalan di sini. Yang jelas, kami terus berkomitmen untuk memenuhi janji dalam visi dan misi kami.
Selain pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi fokus utama dalam kepemimpinan saya untuk mewujudkan generasi masa depan. Saya sadar, sumber daya alam yang melimpah dalam wujud tanah yang subur, laut lepas yang menyimpan beragam material dan kekayaan hayati, belantara hutan yang rimbun, dan aneka hasil tambang di perut gunung hanya akan memberi manfaat maksimal apabila diolah oleh manusia-manusia unggul yang dimiliki pengetahuan, punya keahlian, dan menguasai teknologi.
Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk membangun tanah Papua ini kecuali dengan mempersiapkan sumber daya manusia dengan pendidikan yang nantinya akan mengisi dan mengubah masa depan Papua dengan pengalaman-pengalaman ilmu pengetahuan dan inovasi mereka. ***