Word: Ayu Arman
Dalam hidup ini, saya, dan barangkali Anda, tidak ingin mengalami peristiwa pahit. Namun, toh, masalah selalu menghampiri dalam kehidupan kita. Saat usiaku memasuki 30 tahun, aku pun menelan pil pahit kehidupan, yaitu perceraian.
Berbulan-bulan aku mencoba berdamai dengan diri sendiri, dan aku mulai menyadari bahwa tidak ada obat yang mujarab untuk menyembuhkan hati yang terluka kecuali berdamai dengan kenyataan. Saat kita diterpa masalah yang tidak kita inginkan itu, hanya ada dua pilihan, yaitu, bergerak ke depan atau diam meratapi nasib. Tentunya, aku memilih untuk bergerak ke depan. Karena hidup harus terus dihidupi.
Saat itu, aku bekerja sebagai redaktur feature sebuah majalah fashion dan lifestyle di Jakarta. Dalam proses penyembuhan luka hati itu, tiba-tiba saya mendapat tawaran dari seorang kepala daerah Raja Ampat-Papua Barat untuk membantu mempromosikan Raja Ampat sebagai pulau wisata bahari terbaik di Indonesia. Seketika aku menyanggupinya, dan aku memutuskan keluar dari pekerjaan. Karena perjalanan adalah salah satu obat untuk menyembuhkan hati yang terluka.
Di mata teman-teman dan keluarga, keputusan saya meninggalkan pekerjaan yang sudah mapan dan berjalan menuju Papua—ujung Timur Indonesia–adalah keputusan yang gila. Karena pada tahun 2009, kepulauan Raja Ampat masih sunyi, belum banyak dikenali, dan belum menjadi titik berarti seperti saat ini. Apalagi selama ini informasi yang saya dapatkan dari media cetak dan elektronik sering mengabarkan Papua sebagai daerah yang tak pernah berhenti memproduksi konflik dan kekerasan.
Namun, perjalanan pertamaku ke Raja Ampat pada tahun 2009 itu telah mengubah cara pandangku, bahkan mengubah mentalku, yang akhirnya menghantarkan aku untuk menghargai sebuah arti cinta dan kehidupan.
Raja Ampat; Perkawinan Rasi Istimewa antara Tanah Dan Air.
Papua adalah sebuah pulau ujung Timur Indonesia yang memiliki keindahaan dan kekayaan alam yang menakjubkan. Tanahnya sungguh luas. Terbesar di Indonesia, dan bahkan terbesar kedua di dunia. Ia memiliki hutan-hutan yang masih alami, padang rumput yang sejuk, sungai-sungai yang mengukir jurang melalui hutan lebat, laut dengan panorama alam bawah laut yang kaya dan indah, puncak gunung bersalju menjulang tinggi di danau glasial, hingga gunung beremas. Sehingga pulau ini menjadi kawasan konservasi terluas di Asia tenggara.
Aku bersyukur, mendapat kesempatan mengunjungi pulau ini, tepatnya di Raja Ampat-Papua Barat, yang terletak di barat bagian Kepala Burung (Vogelkoop) pulau Papua. Pulau ini lama terpendam, terisolasi, tak dikenali, namun kemudian menghentak mata dunia, bahwa Raja Ampat adalah Coral of Kingdom.
Teritorialnya membentang seluas 4 juta hektar meliputi tanah dan laut yang memiliki 1.844 pilar pulau, termasuk empat yang terbesar: Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool (Batanme).
Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat lain yang memiliki jumlah spesies karang seluas area perairan laut Raja Ampat. Sehingga Raja Ampat menjadi harapan kehidupan dunia maritim.
Pulau ini seperti menggambarkan namanya, Raja Ampat. Kata “Raja” merujuk pada kemasyhuran, kuasa puncak, juga mahkota di mana spiritual tertinggi bersemayam.
Bagiku, Raja Ampat semacam hasil perkawinan rasi istimewa dari apa yang digambarkan manusia tentang surga, tanah, dan air. Di pulau ini, semesta memperlihatkan aku pada keindahan alam yang masih murni, alam yang hijau berpadu dengan air jernih alami, udara yang basah menyejukkan, hingga mampu membawa alam pikiranku tenang dan jernih kembali.
Arborek : Bahagia dalam kekurangan
Kesedihanku pun sirna. Apalagi ketika aku berada di sebuah perkampungan kecil Arborek, yang dikepung oleh lautan yang maha luas. Menghadap arah barat, timur, utara dan selatan, aku hanya melihat laut dan langit menghampar biru, yang seolah-olah menjadi kesatuan.
Tak ada listrik. Tak ada tv. Tak ada koran. Tak sinyal handphone, atau apapun yang bisa menghubungkan aku dengan dunia luar. Suara luar yang sering kudengar hanya angin, ombak, suara binatang malam, tangisan atau canda anak-anak dari rumah –rumah, yang terbuat dari kayu yang sudah reyok. Sehingga aku seperti digiring, masuk ke dalam diriku sendiri.
Bila pagi dan sore menjelang, aku melihat anak-anak yang bertelanjang dada, ingusan, kumal, bau amis, itu bermain berlarian di pantai dengan gembira. Aku juga melihat perempuan-perempuan yang hanya memakai sarung untuk membungkus tubuh hingga dada, menyusui anak-anak mereka, sembari memakan pinang dengan bibir merah-merah, mengobrol ke sana kemari. Wajah-wajah mereka tampak bahagia meski hidup dalam serba kekurangan.
Melihat kehidupan mereka, aku bercermin pada diri sendiri. “Hey, Ayu? Apa yang kamu sedihkan dari hidupmu? Kau jauh beruntung dari kehidupan mereka. Lihatlah disekitarmu itu? Dan rasakan!”
Waisai : Kekayaan Hayati dan budaya
Dari Arborek, aku melangkah ke Waisai, ibukota Raja Ampat. Sembilan tahun yang lalu, kota ini juga masih sepi. Waisai mulanya hanya sebuah dusun kecil, yang hanya terdapat 10 rumah, 1 puskesmas dan 1 sekolah dasar Semua fasilitas infrastruktur yang ada di sana hanya jalan setapak yang selain dilalui oleh manusia, tapi juga dilalui oleh binatang hutan dan selebihnya hutan perawan.
Foto: Endro Gunawan Foto: Endro Gunawan
Aku menyaksikan sebagian tanah Waisai masih hutan belukar itu, lalu perlahan tapi pasti, disibak menjadi kota kecil, menjadi ibu dari 24 distrik yang bertebaran di pelbagai pulau Raja Ampat, dan kini menjadi pusat pemerintahaan Raja Ampat. Waisai merupakan kota perpaduan hutan dan pantai.
Di Waisai inilah kekayaan hayati, ritus budaya, dan festival bahari Raja Ampat digelar setiap tahunnya, di bulan Oktober, di Pantai Waisai Torang Cinta (WTC)—salah satu pantai kebanggaan dan tempat hiburan masyarakat Raja Ampat saat ini
Sauwandarek, Sawingrai, Yenwaupnor, Saleo, Serpele: Keramahan yang mengharukan.
Dari Aborek dan Waisai, aku berjalan ke kampung Sauwandarek, Sawingrai, Yenwaupnor, Saleo, Serpele, yang semua berada di pulau Waegio. Jarak antara satu kampung ke kampung lainnya dipisahkan laut dan hutan.
Dan setiap kali aku membelah birunya laut Raja Ampat pikiranku seketika berhenti berpikir. Pikiranku tertunduk oleh keindahannya. Di saat seperti itulah aku sering mendengar suara lirih yang muncul dalam diriku: “Ayu, hidup ini seperti ombak di laut. Kadang naik, kadang turun. Kita adalah “peselancar kehidupan” yang bermain di atas ombak kehidupan. Jadilah peselancar yang tangguh. Latihlah ketahananmu dalam menghadapi gelombak ombak hidup yang bisa datang secara tiba-tiba.”
Ya, lautan Raja Ampat seakan mengajak diriku berjalan ke dalam diri dan mengajariku tentang gerak kehidupan.
Dan ketika kembali ke daratan, memasuki kampung-kampung mereka, hatiku trenyuh dan sedih melihat kehidupan mereka yang bertahun-tahun terisolasi. Tertutup oleh dunia luar. Begitu pun masyarakat luar, hampir tidak pernah mendatangi kampong mereka karena ketiadaan akses. Rumah-rumah mereka berdinding dan beratap daun rumba. Tak ada kursi. Tak ada meja. Tidur pun di atas pasir yang menjadi lantai rumah-rumah mereka.
Maka ketika ada orang luar mengunjungi kampung mereka, mereka akan senang dan menyambutnya dengan suka cita. Keramahaan masyarakat local Raja Ampat sungguh membuatku terharu dan tak pernah terlupakan dalam ingatanku..
Dan, saat ini (2020), kampung-kampung yang pernah aku datangi itu kini telah menjadi kampung wisata. Sehingga akses menuju kampung-kampung itu sudah bisa dijangkau oleh siapapun dengan mudah, dan kehidupan masyarakatnya juga sudah jauh lebih baik. Sungguh ini menggembirakan bagiku dan khususnya mereka—masyarakat asli Raja Ampat.
Keindahan melebihi Pulau Bali.
Dalam catatanku, sejak 2009, pemerintah daerah Raja Ampat memang getol membangkitkan industri pariwisatanya sebagai tujuan wisata bahari. Karena tanah Raja Ampat memang dikepung lautan kaya dan dijaga tradisi yang masih bestari. Apalagi spesies burung endemis Cenderawasih Merah dan Cenderawasih Wilsson hanya bisa dijumpai di Raja Ampat. Dan itu menjadi modal yang sangat besar untuk menjadikan suaka alam Kepulauan Raja Ampat sebagai destinasi unggulan wisata bahari.
Foto: Endro Gunawan Foto: Endro Gunawan Foto: Zakaria Wader
Di Indonesia, pariwisata bahari memang sedang berada dalam trek yang menjanjikan. Apalagi tren pariwisata dunia mulai bergeser dari pariwisata massal menuju pariwisata minat khusus, baik dalam bentuk ekowisata hutan, bahari, maupun petualangan tertentu. Tren pariwisata global ini memberikan harapan besar bagi wilayah yang memiliki panorama alam dan kebudayaan yang eksotis. Sehingga pariwisata di kawasan Indonesia timur pun mulai berkembang untuk merespons tren pariwisata global
Negeriku ini tercatat sebagai Negara kepulaun terbesar di dunia, memiliki berbagai macam ekosistem pesisir dan laut (seperti pantai berpasir, goa, laguna, estuaria, hutan mangrove, padang lamun, rumput laut, dan terumbu karang) yang paling indah dan relatif masih ’perawan’ (pristine, unspoiled)).
Diantara sepuluh ekosistem terumbu karang terindah dan tarbaik di dunia, enam berada di tanah air yakni Raja Ampat, Wakatobi, Taka Bone Rate, Bunaken, Karimun Jawa, dan Pulau Weh. Karena itu, kawasan pesisir dan laut Indonesia merupakan tempat ideal bagi seluruh jenis aktivitas pariwisata bahari seperti (1) sun bathing at the beach or pool; (2) ocean or freshwater swimming; (3) beachside and freshwater sports such as water scooter, sausage boat, water tricycle, wind surfing, surfboarding, paddle board, parasailing, kayacking, catamarans, etc; (4) pleasure boating; (5) ocean yachting; (6) cruising; (7) fishing; (8) diving, snorkeling, glass boat viewing and underwater photography; (9) marine parks; (10) canoeing; and (11) coastal parks, wild life reserves, rain forest, gardens and trails, fishing villages.
Dan, Raja Ampat memiliki pesona dunia bawah laut yang sangat indah, mirip sebuah dunia mimpi dalam cerita fantasi. Sehingga jika dahulu para turis mancanegara hanya mengenal keindahan Pulau Bali, maka kini merekapun mendengar wilayah kepulauan Raja Ampat yang keindahannya bahkan melebihi Pulau Bali.
Karena itu, perjalananku ke Raja Ampat untuk sebuah kepenulisan ini merupakan sebuah berkah. Karena diluar sana, pasti ada banyak penulis yang lebih hebat dari saya. Tetapi mereka, mungkin, tidak memiliki kesempatan seperti saya; diberi kesempatan dan kepercayaan menulis daerah Raja Ampat dan melakukan perjalanan dari kampung-kampung kecil yang tersebar di pulau Waigeo- Raja Ampat.
Terbuka dan Toleran
Lewat perjalanan itu, Tuhan memberiku ruang gerak hidup yang lebih luas, berkelana, mengenali nusantara, tanah kelahiranku, Indonesia, dan itu membuat hidupku semakin mencintai negeriku. Karena dari perjalanan demi perjalanan, aku bisa banyak tahu, banyak melihat, banyak kenal, dan banyak belajar untuk memahami seribu cara pandang manusia, yang baru aku temui dan kenali.
Aku menjadi tahu bahwa berita dilayar kaca atau media elektronik maupun cetak yang sering mengabarkan Papua sebagai daerah rawan konflik suku dan agama itu tidak sepenuhnya benar. Lebih dari setengah dekade sejak 2009 hingga 2019, aku bolak-balik Jakarta-Raja Ampat (Papua), tak kutemukan kekerasan terjadi di sana.
Selain untuk kebutuhan kepenulisanku, saya pun turut menelisik bagaimana kehidupan keagamaan yang bersifat plural terbentuk di sana. Mereka hidup berdampingan secara harmonis. Mereka saling membantu pada saat perayaan-perayaan agama (Islam dan Katolik atau Kristen) dan pesta adat. Sehingga dalam pandangan saya, masyarakat Raja Ampat lebih terbuka dan toleran dengan agama lain. Bahkan saya kerap mengikuti acara-acara yang dimulai dan diakhiri dengan doa dua agama—Islam dan Katolik/Protestan—bersama-sama.
Jikalau pun ada konflik agama atau suku yang terjadi di wilayah Papua, saya yakin konflik itu bukan murni muncul dari masyarakat bawah Papua, tetapi mungkin, hanya permainan segelintir orang–yang memiliki agenda, kuasa dan dana–, yang ingin mengadu domba dan memecah belah umat beragama di Indonesia.
Kekayaan Budaya dan Seni
Semakin aku banyak melakukan perjalanan, dari satu pulau ke pulau, aku semakin mencintai tanah kelahiranku, yang memiliki banyak pulau dengan ragam wajah budaya yang berbeda-beda. Negeriku ini tak hanya memiliki gugusan pulau yang dijalin oleh miliar kubik air dari Sabang hinga Merauke, yang luas lautannya mencapai 5,8 juta km2 atau mendekati 70 % dari luas keseluruhan daratannya, tapi juga memiliki 1001 ragam budaya, upacara adat dengan beragam keunikannya, tarian yang khas, dan surga makanan yang terwariskan dari masa yang jauh.
Demikian pula Raja Ampat. Raja ampat tak sekadar poros segitiga karang dunia: surga bagi pecinta rekreasi bawah laut, tapi juga memiliki ragam karya seni dan budaya yang unik. Ada banyak nilai nilai leluhur atau kearifan lokal masyarakat adat yang tetap mereka lestarikan dan ekspresikan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Setiap musik, syair, tarian dan lukisan masyarakat adat Raja ampat memiliki makna tersendiri. Mereka menari bersama alam, menyanyi bersama alam, dan hidup pun selalu berdampingan dengan alam. Sehingga apa yang mereka ekspresikan dalam bentuk tari, syair, lukisan memiliki hubungan alam sekitarnya dan hubungan dengan leluhur nenek moyan dan sang pencipta.
Dan, Raja Ampat memiliki kebudayaan dan kesenian yang berbeda dengan masyarakat yang hidup di wilayah tengah dan timur Papua. Kebudayaan maupun keseniaan Raja Ampat merupakan perpaduan antara kebudayaan Papua dan Islam dari Maluku Utara.
Tarian Sakral
Ada beragam tarian Raja Ampat yang sempat aku saksikan diberbagai upacara adat atau acara masyarakat. Yaitu, tarian Wor, Suling Tambur, Gemutu, Yospan, Mon , yoko, Lan Jin, Walla, Bintaki, Massorandak, Pangur sagu dan lainnya. Corak tarian Raja Ampat pada umumnya gerakannya dinamis, serentak, terkadang ritmis, dan ada cerita yang disampaikan. Tarian-tarian itu bukan hanya sekadar seni gerak tapi meliputi system social, moral, dan spiritual.
Salah satu tarian yang menarik perhatianku adalah tarian Wor. Wor adalah salah satu tarian sakral, yang biasanya sebagai pengiring dalam sembayang suci atau ritual adat, seperti pengangkatan Raja, menghadirkan arwah-arwah leluhur, pernikahan adat, dan penyambutan tamu.
Berdasarkan penuturan lisan para kamitua adat yang saya wawancarai, tarian Wor ini biasanya untuk menghadirkan arwah leluhur sehingga tak boleh sembarang orang mementaskannya. Tarian ini digelar apabila suku menyelenggarakan peperangan. Sebelum perang dimulai, terlebih dahulu meminta petunjuk atau ilham dari Mansren Nanggi apakah dalam peperangan itu beroleh kemenangan atau kekalahan.
Sebelum pentas tari dimulai terlebih dahulu diawali ritual tertentu seperti membakar dupa, melafadzkan mantra, dan berpantang pada makanan. Dalam tari ritual pemanggil roh ini, gong dan tambur ditabuh serentak. Lalu disusul dengan tifa, kwur, dan bebunyian lainnya yang juga ditabuh serentak. Bunyi-bunyian musik pengiring tari itu tak akan berhenti hingga salah satu penari atau ketua adat mengalami kesurupan—trance, yakni sebuah situasi ketika gerak penari dituntun oleh arwah. Di saat ekstasenya sang penari itulah menjadi penanda bahwa Kikon telah datang dan memberi sebuah pesan.
Kesurupan dan komunikasi Leluhur.
Negeriku ini memiliki ragam jenis tarian tradisional yang tersebar di seluruh Nusantara. Tradisional atau sering disebut tradisi berarti warisan budaya yang sudah cukup lama hidup dan berkembang secara turun-temurun. Dan hampir di setiap tarian tradisional itu sang penari mengalami trance—kesurupan.
Aku tidak tahu secara jelas bagaimana proses itu terjadi. Ketika aku bertanya kepada para penari, ada yang mengatakan itu terjadi karena dalam tari rakyat selalu di dasari oleh gerak dan symbol yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi penggulangan dan membuka ruang trance seperti ritual dzikir. Namun ada juga yang mengatakan, ketika mereka sedang dalam trance, sesungguhnya mereka sedang berkomunikasi dengan leluhur atau kerasukan—roh-roh nenek moyang mereka.
Bagi masyarakat Papua pada umumnya, dan Raja Ampat khususnya, tari dan bunyi-bunyian adalah perantara komunikasi budaya. Tari dan bunyi-bunyi adalah salah satu cara perantara komunikasi dengan leluhur mereka. Lukisan pada wajah dan tubuh yang menjadi salah satu aksesoris penting tarian Papua juga bukan sekadar tanpa makna. Lukisan-lukisan yang tergambar itu merupakan bahasa rupa yang berusia purba, yang kerap menjadi simbol untuk memanggil dan menyatukan diri dengan para arwah leluhur sehingga kehidupan yang dijalani hari ini tiada lain merupakan kelanjutan kehidupan masa lampau.
Tradisi Bukan Kebodohan
Sebelum aku melakukan perjalanan ke beberapa pedalaman di pulau Indonesia bagian Timur, segala aktivitas tradisional seperti upacara adat, memberi sesajen pada pohon, atau pada laut, atau atau pada roh-roh leluhur, aku anggap sebagai kebodohan, kampungan, dan juga pemborosan.
Foto: Malik MSN Foto: Endro Gunawan Foto: Endro Gunawan Foto: Endro Gunawan
Namun, semenjak aku berjumpa dan hidup bersama mereka di pedalaman, pelan-pelan, cara pandangku mulai memahami bahwa upacara-upacara adat dan sesajen yang mulanya aku anggap sebagai kebodohan itu ternyata mengandung sebuah makna. Tradisi-tradisi sajen itu sesunguhnya mempunya fungsi agar masyarakat tetap menjaga hutan, air, tanah, dan segala kekayaan dimuka bumi. Tradisi -tradisi itu setara dengan perintah untuk memelihara dan menjaga bumi, tempat kita—manusia— berbijak.
Sehingga tidak ada salahnya jika berbagai upacara, sejanen, dan kepercayaan tentang roh-roh penunggu itu dilestarikan. Jangan hanya karena sesajen dipersembahkan pada yang tak terlihat lalu disimpulkan bahwa sesajen itu diberikan pada yang dianggap Tuhan, yakni berhala. Itu kesimpulan yang kurang tepat.Sebab orang-orang yang menghantarkan sajen bisa saja menghayati perbuatannya dengan cara yang sama sekali lain. Mungkin, mereka mempersembahkan sajen itu kepada yang mereka percaya bahwa alam raya ini ada penunggunya. Bukan manusia sendiri yang memilikinya. Kalau kita melakukan apa saja terhadap alam ini, kita harus permisi terlebih dahulu dan harus tahu batas.
Menyembuhkan Luka dan Membuka Mata
Sungguh, aku mendapatkan banyak hal pengalaman dan pengetahuan setelah melakukan perjalanan ke Raja Ampat ini. Aku semakin mempercayai bahwa semua perjalanan memiliki tujuan rahasia tanpa kita sadari sebelumnya. Seperti perjalananku ke Raja Ampat ini ternyata menjadi obat pertama penyembuh luka hati, sekaligus pintu pembuka mataku melihat peradaban masyarat Papua, dengan sudut pandang unik. Semakin banyak melakukan perjalanan ke pulau-pulau dan pegunungan tinggi di Papua, saya semakin mecintai pulau ini. Saya tidak hanya merasakan kesejukan dan kemurnian dari alamnya, tapi saya juga merasakan ketulusan, cinta, dan kasih masyarakat Papua yang saya temui, baik di kota maupun pedalamannya. Saya tersentuh dan banyak belajar kehidupan dari mereka, khususnya para mama Papua. Dan itu semua memperkaya batin, menambah kepekaan, memperdalam empati atas manusia dan seluruh kisahnya. Oleh karena itu, sampai detik ini, perjalanan bagiku adalah sebuah proses menemukan. Sebab kita tidak akan pernah tahu akan berjumpa dengan siapa- siapa saja dalam perjalanan kita, seperti perjumpaan antara kita.
Jika ingin datang ke Raja Ampat, sebaiknya Anda mencatat ini.
Ada beberapa yang perlu kamu catat sebelum melakukan perjalanan ke Raja Ampat, khususnya soal waktu, lokasi, dan tempat yang bisa jadi kamu jadikan referensi.
Kapan sebaiknya kamu datang?
Kamu bisa datang ke Raja Ampat kapanpun. Namun, aku sarankan kamu memilih bulan yang baik. Hindari musim angin dan ombak besar sehingga kamu leluasa menikmati pemandangan pantai dan menyelami dunia bawah laut dengan nyaman. Namun, jika kamu ingin mengenal pelbagai seni tari dan budaya Raja Ampat secara menyeluruh, selain pemandangan alam dan lautnya, kamu bisa berkunjung pada bulan Oktober saat Festival Bahari Raja Ampat diselenggarakan. Festival Bahari Raja Ampat yang diselenggarakan setiap tahun itu menampilkan serangkaian pagelaran seni budaya dan tradisi kehidupan masyarakat Adat Raja Ampat. Mulai dari musik, tari, kuliner, kayak, tracking, bird watching, kuliner, dan lainnya.
Aku dan pesawat Susi Air di bandara Marinda Waisai. Moda Udara dari Sorong ke Waisai-Ibukota Raja Ampat
Bagaimana Rute Menuju Raja Ampat?
Pintu masuk penerbangan utama dari Sorong, yang dapat dicapai dari Jakarta, Manado, atau Makassar. Pesawat yang melayani rute ini adalah Garuda, Citilink, Lion Air, dan Batik Air. Penerbangan langsung ke Bandara Marinda Raja Ampat hanya bisa dicapai dari bandara Manado dengan pesawat lion.
Ada dua transportasi ke Raja Ampat dari Sorong. Pertama, mengunakan spead dan kapal cepat yang setiap hari menuju Waisai (ibukota Raja Ampat). Kapal cepat berangkat dua kali setiap hari. Pukul 09.00 wita dan pukul 11.00 wita. Durasi waktu perjalanannya hanya ditempuh 2 jam. Kedua, mengunakan pesawat susi air, yang hanya ditempuh 20 menit. Pesawat kecil ini terbang pukul 09.00 pagi. Namun, penerbangan pesawat ini tidak setiap hari. Untuk bisa menjelajahi pulau-pulau di Raja Ampat, kamu perlu menyewa spead. Disarankan mencari spead sewaan di Sorong atau di Waisai.
Lokasi-lokasi Indah yang bisa kamu kunjungi.
Karena kepulaun Raja Ampat ini sangat luas, dan banyak tempat indah, sebaiknya tentukan lokasi tujuan terlebih dahulu agar perjalananmu terorganisir dan bisa menentukan budget lebih awal. Jika tidak, perjalanan ke Raja Ampat bisa memakan waktu panjang dan biaya lebih mahal karena perjalanan ke Raja Ampat adalah perjalanan laut.
Beberap spot lokasi pariwisata Raja Ampat umumnya berada di pulau Waegio, Misool, dan Batanta.
Pulau Waigeo merupakan pulau terluas dan terpadat di kepulauan Raja Ampat. Pulau ini memiliki kontur daratan bergunung dan berbukit pada bagian poros tengah sampai ke daerah pesisir. Disinilah Kota Waisai berada, pusat administrasi pemerintahaan Raja Ampat. Di pulau ini ada banyak pulau-pulau kecil yang menawarkan eksotisme. Diantaranya:
Kepulauan Wayag-Sayang.
Wayag merupakan marine protected area. Pulau ini menjadi Ikon wisata Raja Ampat karena pulai ini memiliki atoll yang indah dan kehidupan bawah laut yang menakjubkan dengan luas total 155.000 hektar. Di sini anda akan menemukan serakan pulau kecil aneka bentuk dan ukuran pada hamparan laut bergradasai biru terang hingga kehijauan. Pulau-pulau karang itu seperti gunung yang berjajar apik dengan warna kehijauan.
Uniknya lagi, air laut di perairan pulai ini memiliki warna yang berbeda tergantung dari kedalamannya. Perpaduan antara gugusan pulau yang hijau, air laut jernih, dan ombak yang tenang menghasilkan sebuah lanskap menakjubkan. Apalagi jika Anda melihat pemandangan pulau Wayag ini dari puncak bukit, mata Anda akan disuguhi pemandangan yang sungguh menakjubkan seperti negeri dongeng, lebih menawan daripada pekan Leonardo DiCaprio dalam The Beach.
Pulau Painemo.
Pemandangan sanga mempesona dari destinasi pianemo adalah gugusan kepulauan batuan karst. Letak deretan gugusan pulau diantara birunya lautan menjadikan perpaduan yang sangat harmonis untuk memanjakan mata. Untuk mendapatkan pemandangan indah tersebut diperlukan suatu perjuangan yang tidak kalah menantang. Menaiki anak tangga yang akan menghantar ke puncak bukit tempat pemandangan. Painemo juga dikenal dengan sebutan Wayag kecil karena pemandangannya yang menyerupai Pulau Wayag.
Pulau Krie.
Pulau ini dijadikan sebagai tempat diving dan snorkling yang mengasikkan. Dalam satu penyelaman, kamu akan melihat ribuan spesias ikan, ratusan gugusan terumbu karang dan moluska yang indah, yang dikelilingi ribuan ikan dan satwa laut lainya. Jika kamu tidak menyelam, kamu bisa melakukan snorkling untuk turut menikmati keajaban alam di Pulau Krie.
Pulau Mioskon.
Pulau ini juga tak kalah indah. Pulau ini akan terasa lebih indah jika penyelaman di lakukan pada malam hari. Warna-warna karang akan terlihat lebih terang dan bersinar karena mereka mengeluatrkan zat sejenis fosofos yang membuat glow in the dark. Di dasar pulau ini, kamu akan menemukan jenis-jenis karang seperti Spanish, dancer, celaner shrimp, dan beragam siput lainnya. Dan yang paling berkesan, pada kedalaman sekitar 20 meter, biasanya ditemukan Wobbegong, sesosok ikan besar, badannya bertotol-totol putih atau abu-abu dan warna kulitnya oranye kecoklatan. Jenis ikan ini biasanya senang beristirahat di lantai pasir, di bawah naungan sebuah karang.
Pulau Friwen.
Di dasar pulau ini, kamu akan menjumpai ikan-ikan, moluska dan makluk laut lainnya. Umumnya para penyelam di lokasi ini sering melihat Wobbegong di sini, meski hanya dengan snorkling saja. Wobbegong sering muncul mengendap-endap pada kedalaman 4 meter, di atara pasir dan celah karang. Juga kadang terlihat ikan paus melintas santai sesekali menyemburkan air dari kepala raksasanya.
Pulau Mansuar.
Pulau ini tempat favorit para diving. Disini ini, para penyelam bisa melihat ikan pari manta, jenis pari terbesar di dunia. Ikan ini bersayap mencapi lebar 7,6 meter dan berat sekitar 2.300 kilogram. Para penyelam mengaku akan mengalami kepuasan tersendiri jika dapat menyelam bersama kawanan pari manta tersebut dan menyaksikan kepakan sayapnya seperti melihat sebuah tarian kuno yang indah.
Pulau Arborek.
Di pulau ini ada kampung Wisata Arborek. Selain bisa melihat ikan pari manta, kamu juga bisa melihat jutaan ikan dari atas permukaan laut. Juga bisa merasakan sensasi hidup bersama penduduk local di sebuah pulau kecil ditengah laut.
Di sekitar pulau Arborek, Anda juga bisa mengunjungi kampung wisata Yenwaupnor dan Sawinggrai. Pada kedua kampung ini, kamu dapat melihat jenis burung cendrawasih merah, yang biasa disebut dengan The Bird Paradise, burung surga. Jenis burung ini sangat endemic atau langkah karena hanya ditemukan didaratan Papua saja. Selain berbulu indah, burung ini juga memilki suara yang sangat merdu, yang seakan menyuarakan melodi nada dari surga.
Kali Biru Teluk Mayalibit
Tanah dan air Raja Ampat ini memang selalu menghadirkan decak kekaguman dan kebingungan saya. Bagaimana sesungguhnya proses terciptanya alam di pulau- pulau ini. Di teluk Mayalibit ini saya menemukan lokasi Kali Biru di kedalaman hutan. Sehingga berendam di telaga ini sembari mendengarkan aneka suara burung dan desingan suara hutan, saya serasa mandi di telaga para peri.
Masyarakat local teluk Mayalibit menyebut Kali Biru ini dengan sebutan Waiyal, yang artinya Kalibiru. Waiyal adalah uluhidup semua kehidupan di Mayalibit. Konon, keberadaan Kalibiru yang menjadi tempat sakral bagi Raja War dan kedua panglima perangnya, Masabok dan Masafak.
Kedua panglima Mayalibit ini sering bertapa dengan merendamkan tubuhnya dalam kali semalam suntuk untuk menambah kesaktian dan juga tempat meminta petunjuk dari para leluhur sebelum mereka bertandang ke gelanggang perang. Karena itu, dulu tempat ini dijaga secara ketat oleh Jairas dari marga Ansan agar tidak dimasuki sembarang orang. Hingga kini, Kalibiru yang dingin dan bening itu dipercaya masyarakat Mayalibit secara turun temurun menyimpan kekuatan magis.
Kali Raja-Teluk Kabui.
Di pulau ini kamu bisa menapak tilas beberapa kepurbakalaan yang memiliki nilai sejarah msayarakat Raja Ampat. Di sinilah secara mitologi sebutan Kepulauan Raja Ampat bermula. Dari legenda tujuh telur Kali Raja. Konon Raja War, Raja Waegeo memilih pusat singgasananya di sebidang tanah datar yang menjorok ke air yang membentuk sebuah teluk Kabu, yang dikelilingi tebing-tebing curam.
Kini, teluk ini bernama Teluk Kabui. Di sini terdapat sungai kecil Wai-Kei yang merupakan asal nama Waigeo.
Di sepanjang pulau ini ada goa tengkorak dan situs sejarah Raja Ampat yang masih terjaga hingga kini. Kamu bisa melihat benda-benda purbakala yang dianggap keramat itu di sana. Seperti mitologi telur Pakatna, tulang manusia, tempat tidur, piring dan perkakas rumah tangga lainnya, yang berada pada gua kecil di pulau dekat kampung Wawiyai. Benda-benda itu dipercaya oleh masyarakat kampung Wawiyai sebagai tulang belulang nenek moyang mereka.
Untuk menuju ke sana, kamu harus ditemani dengan tetokoh adat yang menjaga Kawasan ini.
Misool. Pulau yang terletak di kawasan paling selatan Raja Ampat dengan luas wilayah 2.034 km2. Pulau ini telah meneguhkan kekaguman saya pada perkawinan rasi istimewa dari apa yang digambarkan manusia tentang surga, tanah, dan air itu. Ke mana pun mata memandang, kristal matahari yang menyentuh permukaan air dalam teluk dan selat- selat sempit membentuk gugusan panorama yang menenteramkan golak jiwa.
Bebatuan kapur di perbukitan karst yang berdiri dalam barisan yang teratur tak ubahnya tonggak-tonggak penyangga langit yang berumah di atas air. Seperti surga yang tersembunyi dan lengang, Misool adalah panorama purba bumi yang belum terjamah dengan latar warna lautnya yang biru hijau tosca dan dipagari tebing-tebing karts yang menjulang dalam beragam bentuk. Batu-batu purba itu mengingatkan kita pada blok-blok candi yang datang dari zaman yang jauh.
Di pulau ini ada banyak lokasi wisata yang akan membuat anda terkagum-kagum. Karena perairan lautannya menjadi hutan amazon bagi keanekaragaman terumbu karang dan spesies ikan. Kurang lebih terdapat 400 spesies terumbu karang, 75 persen jenis ikan hias, dan beragam megafauna—kumpulan paus, hiu, gurita, pari manta tersebar di akuarium raksasa ini.
Gunung-gunung kecil itu juga berdiri kokoh di sana. Dihiasi terumbu karang yang beraneka rupa. Tarian ritmis karang lunak dan akar bahar mengikuti ritme aliran arus laut menyajikan kaleidoskop di bawah gelombang laut yang menerbitkan takjub. Apalagi, gugusan pulau-pulau kapur, teluk, selat, perbukitan karst, serta kebeningan air lautnya menumbuhkan rupa-rupa imajinasi.
Saya terbayang sebuah kerajaan purba yang megah dan hening di atas laut dengan taman air teduh saat memasuki Pulau Sunmalelen, Sunbayo, Yapap, Dafalen, Lenmakana, Namlol, Balbulol, Puncak Harfat, dan pulau-pulau kecil lainnya.
Jika tak diarahkan oleh pemandu yang terlatih, dipastikan kami tersesat di antara tebing-tebing karts yang berliku serupa labirin dan membentuk aneka rupa formasi, seperti gerbang kerajaan, relief-rilief candi, mahkota raja, simbol lingga-yoni, hati, pohon natal, menara kembar, dan benteng pertahanan. Karena itu, bagi saya, Misool adalah The Kingdom of the sea. The Island Paradise of Raja Ampat. Saya akan mengulas tersendiri pulau Misool ini secara terinci pada artikel berikutnya.
Batanta. Dari segi keindahan, pulau ini mirip dengan pulau-pulau lain di Raja Ampat.. Terdiri dari pegunungan dan perbukitan yang memanjang dari bagian tengah sampai ke bagian pesisir. Pulau ini masih perawan. Spot wisata belum banyak dikembangkan. Saat ini, keunikan objek wisata di pulau ini, selain diving dan sknorkling, Anda bisa trekking dan menikmati air terjun yang indah. Tingginya sekitar 10 meter dan dilengkapi dengan air yang menyegarkan dan pemandangan alam yang menakjubkan. Di sekitar air terjun itu bertebaran bebatuan sungai dengan ragam warna dan bentuk yang unik dan indah.
Di mana kamu bisa tinggal?
Ada banyak pilihan akomodasi yang bisa kamu pilih saat. Mulai dari harga 500 ribu hingga puluhan juta permalam. Hampir di setiap pulau Raja Ampat yang menjadi spot wisata telah tersedia tempat penginapan. Mulai dari hotel dan resort berbintang lima hingga cottage dan homestay yang dikelola oleh masyarakat local telah tumbuh subur di sana.
Raja Ampat-Papua Barat, pulau yang dulu saya datangi masih sepi itu, kini menjelma menjadi pusat wisata bahari dunia. Ya, proses pembangunan yang berkelanjutan terus berjalan hingga kini. Dan saya bahagia melihat perubahaan kemajuan dan kebaikan di sana. Seperti halnya kehidupan saya saat ini.
*Penulis Biografi dan tema-tema tourisme dan budaya Indonesia.