Word: Ayu Arman
5 Juni tahun 2022. Hari yang membahagiakan ketika saya bisa kembali mendaki puncak Carstensz setelah empat tahun absen. Mendaki puncak Carstensz bagi saya bukan sekadar melihat pemandangan hamparan tebing berbatu yang dikelilingi oleh hamparan es salju. Tetapi lebih dari itu.
Pendakian ke puncak Carstensz adalah pendakian menuju rumah batin dan rumah leluhur. Karena pada setiap tapak perjalanan pendakian itu selalu membawa ingatan saya tentang masa kecil di tanah kelahiran, tentang kisah heroik bapak sebagai panglima perang suku Moni, tentang cinta kasih mama yang selalu diekspresikan lewat syair-syair lagu yang ia tulis dan senandungkan pada angin, pada awan, pada lembah, pada bukit dan pada seluruh orang yang datang pada kampung kelahiran leluhur kami, juga tentang kerinduan saya untuk memajukan masyarakat suku Moni dan suku-suku lain yang mendiami di sekitar pegunungan cartenz ini.
Gunung Carstensz adalah bagian dari Pegunungan Tengah Papua, yang merupakan jalur pegunungan lipatan dan sesar paling tinggi di Indonesia. Gunung-gunungnya menjadi puncak-puncak tertinggi di Indonesia, yaitu Puncak Jaya 5030 mdpl, Puncak Trikora 4730 mdpl, Puncak Yamin 4595 mdpl, dan Puncak Mandala 4700 mdpl. Puncak Jaya (Carstensz Pyramid) yang merupakan puncak tertinggi di Indonesia itu bersalju abadi lantaran ketinggiannya di atas tropical snowline 5000 mdpl.
Dan, saya adalah salah satu putera suku Moni yang dilahirkan di tengah hutan rimba pegunungan Puncak Papua ini. Tepatnya, di desa Ugimba di ketinggian 2.100 mdpl. Desa yang paling terdekat dengan puncak gunung Carstensz. Sebuah desa yang memiliki pemandangan alam yang mengagumkan. Dikelilingi oleh rangkaian pegunungan menjulang tinggi, diselimuti kabut tebal, dan hawa angin dingin berhembus kuat dari es salju Carstensz.
Sejak usia enam tahun saya sering diajak bapak berburu kuskus di area pegunungan Carstensz dengan berjalan kaki dan hanya menggunakan koteka. Bagi Suku Moni, salah satu suku dari beberapa suku yang mendiami dataran tinggi di Ugimba, memburu kuskus adalah tradisi turun-temurun dari nenek moyang kami.
Berburu adalah cara kami untuk bertahan hidup dan bagian dari kehidupan beradaptasi dengan alam. Orang-orang suku Moni sejak dahulu berburu hingga ke Lembah Carstensz atau Mpaigelah dan Lembah Somatua dekat dengan salju abadi.
Kami bergerombol menerjang dinginnya udara yang membekukan tubuh dengan berjalan kaki. Ini bukan hanya tradisi dari suku Moni, namun juga tradisi masyarakat yang mendiami pegunungan seperti suku Amungme, Suku Dani, dan Suku Damal. Berburu di tengah alam yang begitu luas dan liar adalah cara kami untuk bertahan hidup.
Saya dan bapak sering berburu ke atas gunung berhari-hari, melewati lembah yang dalam dan tebing yang terjal untuk berburu kuskus atau landak. Banyak masyarakat mengejar kuskus di padang rumput di bawah hamparan salju abadi hingga mereka meninggal karena tak tahan dingin. Saya dan bapak adalah segelintir dari masyarakat Ugimba yang berhasil mengatasi ganasnya alam salju itu. Karena seringnya bapak mengajak saya pergi ke gunung Carstensz, saya memiliki ikatan batin dengan gunung Carstensz. Gunung Carstensz adalah cinta pertama saya
Para orang tua kami menyebut puncak Carstensz dengan nama “Puncak Mbaigela”. ‘Mpai’ yang berarti ‘terlarang’ dan ‘gelah’ berarti ‘bebatuan’. Artinya gunung yang tidak boleh disentuh atau dilewati orang. Sementara pada suku Damal (Amungme) menyebut puncak gunung Carstensz itu dengan sebutan nama “Nemangkawi Ninggok,” yang berarti anak panah berwarna putih suci. Panah yang suci (bebas perang) perdamaian.
Tanah bagi kami seperti figur seorang ibu yang memberi makan, memelihara, mendidik dan membesarkan dari bayi hingga lanjut usia dan akhirnya mati. Tanah dengan lingkungan hidup habitatnya dipandang sebagai tempat tinggal, berkebun, berburu, pemakaman dan juga tempat kediaman dewa-dewi, roh-roh halus, dan arwah para leluhur sehingga ada beberapa lokasi seperti gua, gunung, air terjun dan kuburan dianggap sakral dan dihormati.
Puncak Carstensz sangat disakralkan dan dihormati karena ia adalah rumah sang raja yang penuh keagungan, kesucian, kekayaan, keindahan sekaligus menyimpan kekuatan yang besar dan misterius sehingga harus menjaga dan melestarikannya dengan baik.
Oleh karena, mendaki gunung Carstensz bagi saya adalah mendaki rumah diri dan rumah leluhur kami. Sebuah rumah besar yang terletak di wilayah tropis yang memiliki gletser khatulistiwa di jajaran pegunungan tinggi di Asia Tenggara, yang memiliki spektrum lengkap ekosistem, mulai ekosistem pesisir pantai, lembah, perbukitan, hutan, sungai sampai Pegunungan tinggi bersalju, yang menyimpan keaneragaman hayati yang unik dan langka di dunia dan juga memiliki ragam budaya yang masih menerapkan pola hidup tradisional turun-temurun sehingga UNESCO [United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization], menetapkan puncak gunung Carstensz yang menjadi bagian taman nasional Lorentz itu sebagai Situs Warisan Dunia [World Heritage Site), yang harus dilindungi.
Disanalah seluruh gerak pikiran dan hati saya dituntun untuk mempromosikan keindahan Carstensz kepada dunia luar sehingga masyarakat sekitarnya mendapatkan manfaat ekonomi dan bangga pada tanah kelahiran.
Saat ini, meski Carstensz masuk dalam tujuh gunung tertinggi di dunia, namun belum banyak dikunjungi oleh para pendaki. Salah satu penyebabnya ada stigma yang salah pada daerah dan masyarakat Papua yang sering diberitakan kurang baik baik. Kami–orang-orang Papua–adalah orang-orang yang memiliki hati baik.
Ada juga anggapan bahwa Papua adalah wilayah tertutup yang penuh dengan misteri. Dan yang lebih absurd lagi, keberadaan salju abadi di Carstensz itu hanya mitos belaka. Karena bagaimana mungkin di daerah tropis ada salju? Karena itu, Carstensz adalah fakta alam yang menakjubkan sehingga ia masuk ke dalam jejeran (Seven Summits). Oleh karena itu, obsesi saya dari dulu adalah menunjukkan kepada dunia tentang keindahan Carstensz, Puncak tertinggi di Indonesia. Bahkan saya berani mengundurkan diri dari karyawan tetap di Freeport untuk mendirikan perusahaan Tour Operator pendakian gunung Carstensz ini. Dan puji tuhan, tahun 2008, saya mendirikan Tour Operator nama PT Adventure Carstensz untuk memperkenalkan Carstensz kepada pendaki gunung profesional dari berbagai Negara. Ini adalah perusahaan pertama saya, dan merupakan satu-satunya perusahaan milik putra daerah Ugimba.
Dengan perusahaan ini, saya melakukan promosi keliling dunia. Kami mengabarkan bahwa Pegunungan Carstensz adalah satu-satunya gunung bersalju es di negeri tropis di dunia. Panoramanya sangat mengagumkan. Sungguh sangat indah.
Saya bisa berdiri di suatu titik di mana awan beriringan di bawahnya. Carstensz terlihat seperti perahu raksasa yang mengambang di atas awan. Awan menjadi ombaknya. Burung- burung bercengkrama di atas pohon pakis, rumput liar, dan bebatuan. Dan batu- batu gunung itu berkilauan ketika tertimpa cahaya matahari. Kadang seperti permata yang memancarkan sinar aneka warna. Tebing-tebing juga jadi berkilauan. Lalu kuskus muncul dengan malu-malu. Dan rinai hujan salju memperindah suasana.
Berada di puncak Cartenz ini saya seperti memasuki dimensi waktu dan ruang tersendiri. Waktu terasa lambat di sini. Kita menjadi kecil dan menyatu dalam kesatuan semesta, menyaksikan kebesaran ciptaan Tuhan. Ya, puncak Carstensz selalu membawa perjalanan ke dalam diri sekaligus perjalanan ke rumah nenek moyang dan leluhur saya.
Meski puncak Carstensz berada dalam zona pemanfaatan kawasan dan unggulan wisata adventure Taman Nasional Lorentz tidak terlepas dari permasalahan sampah pengunjung.
Ada banyak sampah yang berserakan di beberapa titik pendakian, terutama titik-titik strategis lokasi basecamp para pendaki. Hal ini disebabkan adanya kegiatan pendakian secara ilegal serta rendahnya kesadaran dan kepedulian para pendaki akan kelestarian alam.
Oleh karena itu, pada tulisan ini, saya menghimbau dan mengajak kepada para pendaki untuk tidak memasuki kawasan dan melakukan pendakian secara ilegal. Lakukan pendakian gunung dengan bijaksana dan aman, dan kurangi barang bawaan dari bahan yang nantinya berpotensi sebagai sampah.
Jangan tinggalkan barang bawaan kita sebagai sampah di gunung, karena seyogyanya setiap pendaki gunung adalah pecinta dan pelestari alam, sehingga amat tidak pantas jika seorang pendaki gunung, apalagi pendaki profesional ikut menyumbangkan sampahnya di gunung. Jika kita mengaku dan berbangga diri sebagai pendaki yang cinta dan peduli upaya pelestarian alam. Apalagi itu di Puncak Carstensz berada dalam kawasan konservasi Taman Nasional Lorentz.
Sadarilah bahwa sampah yang berasal dari aktivitas kita sangat berpotensi sebagai sumber gas metana. Gas metana merupakan salah satu Gas Rumah Kaca (GRK) akan merusak lapisan ozon bumi karena gas metana termasuk gas-gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan terjadinya pemanasan global (Global Warming). Dan pemanasan global itu menyebabkan mencairnya es di Puncak Carstenz. Efek pemanasan global pada gletser Carstenz itu nyata. Mata saya merekam sendiri. Sewaktu saya kecil, es salju abadi itu masih terlihat membentang panjang, lebar, dan tebal. Dan kini es salju abadi itu telah menyusut menyusut sepanjang waktu.
Professor Lonnie Thompson dari School of Earth Science di Ohio State University, Amerika Serikat, mempublikasikan penelitiannya bahwa salju Carstensz itu kini menyusut dalam tempo cepat dan akan menghilang dalam satu dekade. Karena lokasi gletser di Papua yang relatif rendah dan akan menjadi yang pertama yang menghilang. Nasib gletser-gletser ini adalah indikator bagi kondisi iklim di Bumi. Fakta itu menjadi catatan penting untuk semua pihak karena Puncak Carstensz Papua merupakan salah satu gunung kebanggan alam Papua yang bisa menghidupkan pariwisata dan ekonomi masyarakat pegunungan Carstensz.
Dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada 5 Juni tahun 2022, kami dari Yayasan Somatua, PT Somatua dan PT Mpaigelah bersama dengan, Balai Taman Nasional Lorentz, PT Freeport Indonesia (PTFI), Komunitas Outdoor Activities PTFI, Korps Brimob Satgas Amole I dan Papua Mountaineering Association (PMA) melakukan pembersihan sampah sepanjang jalur Bali Dump menuju Basecamp Lembah Danau-danau.
Tema peringatan Hari Lingkungan Hidup yang diusung Tahun 2022 ini oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah “Satu Bumi untuk Masa Depan. Kegiatan ini diikuti oleh 107 orang dan berhasil mengumpulkan sampah sebanyak lebih dari 100 kantong sampah. Sampah yang berhasil dikumpulkan terdiri dari sampah kemasan logistic, bekas peralatan dan perlengkapan pendakian. Sebagian sampah berhasil dibawa turun untuk dibuang namun masih tersisa 78 kantong sampah yang tidak dapat diangkut. Rencananya sampah tersebut akan diangkut dalam kesempatan berikutnya.
Menjaga dan melestarikan alam Carstensz adalah komitmen saya pada tanah kelahiran, pada nenek moyang leluhur dan juga pada Tuhan. Karena kami telah diberi alam indah dan kaya. Tugas kita mengelolah dan merawatnya karena masa depan tergantung bagaimana kita membersamai alam. sesuai dengan dorongan iman saya pada Alkitab. Terutama, pada Mazmur 104 dikatakan bahwa manusia adalah bagian tak terpisahkan dari alam bersama tumbuh-tumbuhan, hewan, dan ciptaan lainnya. Tanggung jawab manusia adalah bekerja untuk Tuhan dalam memelihara dan mengelola lingkungan hidup, bukan mendominasi apalagi mengeksploitasinya.
Maka dari itu, sepanjang napas saya ini masih berhembus, saya akan terus menyadarkan masyarakat pegunungan, para pendaki, dan juga seluruh manusia di muka bumi ini bahwa semakin kita merawat dan melestarikan alam, alam akan memelihara dan menyukupkan makanan kita. Begitu pun sebaliknya. Semakin kita mengeksploitasi alam, sesungguhnya kita tengah memiskinkan dan membinasakan diri. Masa depan kehidupan kita ditentukan kelestarian alam bumi. Sebab, tubuh kita tidak terpisahkan dengan tubuh bumi. Ekspresi hidup kita terhubung dengan pepohonan, binatang, dengan pegunungan, dengan sungai, tanah, samudra, udara, bulan, dan matahari.
***Tulisan ini merupakan hasil obrolan saya dengan Maximus Tipagau, Sang Gladiator Papua, pendiri travel Adventure Carstensz ***