Tambrauw. Sebuah rumah dengan visualisasi pegunungan, perbukitan, lembah elok, hutan perawan, sungai panjang berkelok, dan garis pantai yang panjang.
Word: Ayu Arman
Tambrauw. Sebuah rumah dengan visualisasi pegunungan, perbukitan, lembah elok, hutan perawan, sungai panjang berkelok, dan garis pantai yang panjang.
Saat Papua Barat dicanangkan menjadi provinsi konservasi pertama di dunia pada 2015, Tambrauw ditetapkan menjadi wilayah konservasi nasional yang diperuntukkan bagi usaha pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan untuk bumi Papua, Indonesia, dan dunia.
Pilihan itu merujuk kepada bentangan alam Tambrauw yang memiliki keaneragaman hayati tertinggi dan masyarakatnya memiliki dan kearifan lokal yang kental dengan budaya Melanesia di Asia Pasifik menjadi modal utama bagi taman wisata alam dan pusat pengetahuan dan penelitian keaneragaman hayati dunia.
Kita tahu bahwa Papua adalah benteng terakhir sabuk tropis Indonesia. Dan, hutan Tambrauw merupakan satu-satunya hutan yang masih perawan di Papua Barat. 80 persen daratannya, dari total luas wilayah Tambrauw (11.529,182 km2), ditetapkan sebagai kawasan hutan konservasi (607.566) dan hutan lindung (316.803) yang memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang luar biasa.
Di dalamnya terdapat cagar alam Pegunungan Tambrauw Utara, cagar alam Pegunungan Tambrauw Selatan. Itu artinya, lebih kurang 80 persen oksigen murni Papua Barat disuplai dari hutan Tambrauw. Bisa jadi, Tambrauw menjadi kunci penyangga ketersediaan oksigen dan unsur-unsur hayati Indonesia ini.
Tak hanya kaya keanekaragaman hayati, Tambrauw juga memiliki banyak tempat yang menyuguhkan pemandangan alam yang indah dan lokasi yang terhubung dengan sejarah dunia. Saat ini, terdapat beberapa titik lokasi yang telah siap Anda kunjungi.
Perbukitan Savana Kebar.
Kebar adalah sebuah lembah seluas 2703 kilometer yang dikelilingi pegunungan, hutan luas dengan pepohonan rapat dan ditumbuhi padang rumput alami atau alang-alang Cylindrica yang menjadi rumah besar spesies rusa.
Salah satu bentangan rumput savana itu ada di Bukit Sontiri. Sebuah barisan bukit yang membentang luas bagai permadani hijau yang menjadi habitat bagi satwa rusa (Cervus timorensis) dan laba-laba. Setiap pagi, bukit ini dipenuhi ribuan jaring laba-laba arthur di antara rerumputan sehingga ada ribuan kelir putih yang cantik di atas rerumputan.
Bukit ini berhadapan langsung dengan Pegunungan Tambrauw yang setiap pagi berhias kabut sehingga bukit ini memberikan oasis pemandangan eksotis saat sunrise maupun sunset.
Di Bukit Sontiri ini, saya merasakan udara segar serta mendengar secara hikmat orkestrasi nada aneka suara burung yang tiada henti. Dan sejauh mata memandang, karpet hijau membentang. Langit bersih dengan konfigurasi awan bergelayutan dalam diam.
Di sekitar bukit ini, saya bisa pula melihat hutan pohon alokarya yang ditanam masyarakat Kebar sejak 1960 yang sampai saat ini masih menjulang tinggi hingga 50 meter. Juga, ada hutan arboretum damar kebar dan tanaman banondit rumput kebar (Biophytum petersianum) yang merupakan obat herbal kesuburan perempuan.
Tak jauh dari Sontiri, terdapat air panas War Aremi. Sebuah kolam yang ditopang batu alami. Di bagian tengah kolam, terdapat beberapa kumpulan batu yang memunculkan buih-buih di tengahnya yang menjadi pusat air panas yang dihasilkan dari geotermal di sekitarnya.
Selain pemandangan alam yang indah, Kebar juga menjadi lumbung pangan masyarakat Tambrauw. Segala jenis sayur, pisang, petatas, sagu, dan buah-buahan tumbuh subur. Mulai dari durian, lansap, tebu, mangga, jambu, rambutan, buah merah untuk obat kanker, rumput kebar untuk obat reproduksi, aneka jenis umbi, kacang, sayuran dan aneka warna warni bunga tumbuh di mana-mana.
Dua sungai, Arapi dan Api, mengairi lembah ini. Ikan berlimpah di sungai, dari gabus, mujair, hingga belut. Sementara, padang rumput atau alang-alang di sekeliling lembah ini menjadi rumah bagi rusa, babi, maupun sapi .
Kebar adalah surga kecil yang menawarkan keberlimpahan dan ketenangan jiwa. Tak heran, ketika Papua masih di bawah pemerintahan Belanda, Kebar menjadi distrik yang tidak saja menjadi perumahan orang-orang Belanda, melainkan juga menjadi salah satu biro penelitian kehutanan pemerintah.
Air Terjun Tujuh Tingkat.
Air Terjun Tujuh Tingkat ini berada di belakang Kampung Siakwa-distrik Miyah yang dibentangi Sungai Kamundan, sungai terpanjang di Papua Barat. Air terjun ini memiliki tinggi luncuran air mencapai 200 meter dengan tebing yang menjulang tinggi. Setiap tingkatannya dipisahkan oleh bebatuan kolam.
Saat berdiri tegak di bawah air terjun dengan memandangi pemandangan di sekitar, saya merasakan penyegaran yang paling sempurna. Apalagi saat menengadahkan kepala ke atas puncak tebing, saya seperti melihat bebatuan yang menyerupai wajah seorang lelaki papua berusia tua yang mengguyurkan air besar, mengalir deras ke arah tebing-tebing dan membela pepohonan hutan di sekitarnya.
Saya kemudian duduk di atas bebatuan dengan menutup mata, mencoba merasakan riuh air terjun, suara angin halus dan burung-burung bernyanyi di sekeliling. Pelan-pelan, pikiran saya samar-sama menghilang. Saya memasuki keheningan alam raya sungai tujuh tingkat Miyah yang memiliki medan energi yang sangat besar ini. Tubuh dan jiwa saya seketika segar kembali setelah melakukan perjalanan darat yang panjang.
Ya, bagi saya, menghirup aroma kayu-kayuan, mendengarkan gemericik dan aliran air, serta memandang lanskap hutan memberikan sensasi relaksasi dan ketenangan sendiri. Karena alam punya sejarah panjang dengan perkembangan evolusi manusia. Genetik yang kita warisi punya hubungan turun-temurun dengan alam dari nenek-moyang kita. Oleh sebab itu, sensasi berada di alam terbuka memberi rasa tenang dan nyaman. Seperti rasa nyaman ketika pulang kembali ke rumah dan bisa menemukan diri kita dan sang pencipta.
Pada setiap air terjun, ada pesan yang bisa saya hikmati. Duduk di bawah air terjun bisa menjadi cara melihat proses berpikir dalam benak Kepala kita. Aliran pemikiran dalam kepala kita akan terus-menerus ada seperti aliran air terjun yang tidak pernah berhenti. Dalam mengembangkan perhatian, kita bisa melampaui atau di belakang pemikiran kita, seperti cara kita menemukan sudut pandang fokus pada batu di belakang air terjun di sekeliling. Kita masih melihat dan mendengar air tetapi kita bisa keluar dari terjangan air itu.
Air terjun tujuh tingkat di distrik Miyah ini hanya salah satu air terjun di Kabupaten Tambrauw. Masih ada puluhan air terjun lainnya. Karena Tambrauw memiliki 897 sungai dan anak-anak sungai yang mengalir.
Debit air sungai-sungai itu berpotensi yang sangat besar dikembangkan menjadi pembangkit energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Dan, Tambrauw telah berhasil membangun PLTMH di Warabiyai, Sausapor, dengan kapasitas 1,6 MW (2 x 800 kW) dan kemudian menjual daya listrik itu ke PLN.
Keberhasilan itu mencatat bahwa Tambrauw Kabupaten di Papua yang pertama menjual energi terbarukan berupa PLTMH ke PLN.
Pengamatan Burung Cendrawasih
Hutan Tambrauw juga menyimpan beragam keaneragaman hayati flora dan fauna. Salah satunya adalah menjadi habitat bermain dan lintasan 761 jenis burung. Lebih kurang 60 jenis endemik Papua Barat, 243 burung lokal, 32 burung migrasi, dan 33 jenis burung pengembara
Dari ratusan burung itu, cendrawasih menjadi salah satu burung primadona. Burung cendrawasih ini memiliki 43 jenis yang tersebar dari Australia bagian timur hingga Papua, termasuk juga Maluku bagian utara.
Di Papua, ditemukan 38 jenis cendrawasih di mana sebagian besar dijumpai di dataran tinggi dan beberapa pulau. Sebab, burung ini hanya hidup di lembah dan gunung yang bersuhu dingin dan kontur bumi berelevasi tinggi dengan ekosistem yang unik. Hewan ini bisa terbang tinggi, tetapi sangat jarang terbang keluar dari teritori mereka. Hanya melompat dari pohon ke pohon. Oleh karena itu, zona elevasi burung cendrawasih yang komplit hanya ada di hutan Tambrauw .
Saat ini ada dua spot untuk pengamatan burung cendrawasih. Yaitu, di hutan Miyah yang merupakan pos pengamatan burung dataran tinggi (2.000—3.000 mdpl) dan hutan Nonggou Sausapor yang merupakan pengamatan burung dataran rendah (0—1.000 mdpl).
Beberapa jenis burung cendrawasih yang bisa dijumpai. Antara lain, cendrawasih berbulu hitam beludru; cendrawasih berbulu hitam kuning; cendrawasih berbulu coklat, hijau, dan kuning yang berekor panjang; cendrawasih kerah yang memiliki mahkota warna hitam; cendrawasih berbulu merah, putih dan kuning; dan cendrawasih berbulu hitam, kuning, dan putih. Juga, ada cendrawasih botak yang memiliki kombinasi empat warna, yakni hitam, merah, kuning, dan biru pada bagian kepala, cendrawasih 12 antena, dan lainnya.
Semua jenis cendrawasih ini memiliki ciri warna yang berbeda. Selain warna bulu yang indah, burung cendrawasih yang berkelamin lelaki juga punya atraksi tarian untuk memikat burung betina. Perpaduan warna dan atraksi nan indah itulah menjadikan burung cendrawasih ini dikenal dunia sebagai bird of paradise
Peninggalan Tank Sekutu Perang Dunia II
Hutan Tambrauw juga menjadi saksi bisu pertempuran antara sekutu Amerika Serikat dan Jepang pada Perang Dunia II (1939 — 1945). Tentara Sekutu yang dipimpin Jenderal Douglas McArthur menjadikan Sausapor sebagai pangkalan militer. Mereka mendaratkan pesawat dan ratusan tank berjenis artileri dan amfibi di Pulau Sausapor.
Sebagian tank-tank amfibi itu masih berada di hutan sekitar Kampung Werbes. Ditemukan ada tujuh tank di area hutan ini. Bahkan di area hutan ini juga masih banyak ditemukan granat yang masih aktif dan harta karun peninggalan perang dunia kedua.
Saat pemerintah Kabupaten Tambrauw membangun ulang landasan bandara peninggalan Perang Dunia II di Kampung Weru ditemukan 121 granat yang masih aktif. Peninggalan perang dunia II itu sesungguhnya masih banyak tersebar di kawasan hutan dan laut Sausapor yang belum ditemukan.
Penyu Belimbing, Penyu Purba.
Perairan laut Tambrauw juga memiliki keunikan biofisik serta keanekaragaman hayati yang tinggi. Salah satu keunikan itu adalah tempat peneluran penyu belimbing (Dermochelys coriacea) dengan tingkat populasi betina bertelur terbesar di dunia.
Di sepanjang pesisir pantai Abun, terdapat dua pantai peneluran utama penyu belimbing, yaitu Jamursba Medi (Jeen Yessa) dan Warmon (Jeen Syuab). Kedua pantai itu tercatat sebagai tempat peneluran penyu belimbing terbesar dan terpanjang di Asia Tenggara.
Di dunia ini terdapat 7 jenis penyu dan 6 di antaranya terdapat di Indonesia, dan 4 jenis terdapat di pesisir Jeen Womom, Tambrauw.
Jenis penyu di Jeen Womom adalah penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan penyu hijau (Chelonia mydas).
Penyu belimbing adalah penyu yang terbesar dengan ukuran panjang badan mencapai 2,75 meter dan bobot 600—900 kilogram. Sedangkan, yang terkecil adalah penyu lekang dengan bobot lebih kurang 50 kilogram.
Setiap tahun terdapat sekitar seribu penyu belimbing yang mengunjungi Pantai Abun untuk bertelur. Penyu ini diindikasikan memiliki pola migrasi dengan wilayah jelajah ke arah utara dan selatan untuk mencapai daerah pakan. Mereka bermigrasi hingga ke bagian barat daya Kepulauan Kei Kecil (Laut Banda), Laut Sulu, Laut Cina Selatan, Australia Tenggara, dan Pantai Barat Amerika Serikat (Monterey, California).
Penyu belimbing ini berperan penting dalam keseimbangan ekosistem di pantai selatan Amerika. Setiap tahun, penyu belimbing menempuh perjalanan selama 6 bulan dari Los Angeles menuju Pantai Jeen Womom di Tambrauw untuk bertelur.
Selain penyu belimbing, perairan lautnya didominasi ikan tuna sirip kuning dan sirip biru, ikan layang, tenggiri, kakap merah, bobara, kerapu, kurisi, cakalang, lobster, teripang, dan lainnya. Oleh karena itu, Tambrauw memiliki fishing ground (lahan ikan) terbesar di Provinsi Papua Barat.
Tambrauw yang memiliki keaneragaman hayati tertinggi dan masyarakatnya memiliki dan kearifan lokal yang kental dengan budaya Melanesia di Asia Pasifik menjadi modal utama bagi taman wisata alam dan pusat pengetahuan dan penelitian keaneragaman hayati dunia.
Sebagai kabupaten konservasi, Tambrauw mengembangkan pariwisata berbasis ekologi. Pariwisata yang bersandar pada wawasan lingkungan dengan memperkuat konservasi, reformasi, dan penemuan berbagai tradisi untuk pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Sekilas tentang Kabupaten Konservasi Tambrauw
Sebuah perubahan tengah hadir di Kabupaten Tambrauw ini. Saya mencatatnya. Tiga belas tahun lalu, Tambrauw yang mulanya sebagai daerah yang sepi, gelap, dan terisolasi kini telah memiliki akses yang terbuka. Dari tak ada satu jalan dan jembatan, kini telah terbangun jalan raya yang membentang sepanjang 680 kilometer dan puluhan jembatan yang menghubungkan semua yang berjarak: jarak kabupaten, jarak distrik, jarak kampung.
Di bawah kepemimpinan Gabriel Asem, bupati pertama Tambrauw ini, ada pergeseran posisi. Dari Tambrauw di titik sunyi dan tak berarti di Papua dulunya, kini setara dan bahkan lebih dengan sejumlah daerah di Papua Barat dalam pengelolaan pembangunan dan lingkungan lestari.
Gabriel Asem tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur tapi juga berkomitmen untuk menjaga tanah, hutan, dan laut untuk kebutuhan masa kini dan hari depan.
Ia sadar dalam dekade terakhir ini, tanah Papua mengalami perubahan yang sangat cepat dan dramatis karena kegiatan pembangunan fisik dan ekonomi yang tidak ramah lingkungan.
Bila itu dibiarkan terus menerus, bumi Papua akan kering karena alamnya semakin terkuras.
Sehingga ia mengukuhkan visi konservasi yang telah ia gaungkan sejak 2010 dengan menetapkan Tambrauw sebagai kabupaten konservasi melalui Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2018 dan juga perlindungan masyarakat hukum adat melalui Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2018.
Kebijakan pembangunan yang ia pilih itu selaras dengan pandangan masyarakat Papua, yang berpandangan bahwa tanah itu seperti seorang mama, yang menggambarkan bahwa hutan dan alam Papua yang kaya sumber daya alam selalu menyediakan semua kebutuhan kami. Layaknya seorang ibu atau mama yang memberikan makan, minum, kehangatan, dan perlindungan bagi anak-anaknya.
Setapak demi setapak, ia mewujudkan kabupaten konservasi dengan membuat program-program yang mengarah pada keseimbangan antara pembangunan infrastruktur, pembangunan ekonomi, dengan melestarikan keaneragaman hayati dan penghormatan pada gerak ritmis kebudayaan.
Saya melakukan beberapa kali wawancara dengan Bapak Gabriel Asem. Ada beberapa pesan reflektif beliau yang perlu saya bagikan dari kisah hidupnya dalam membangun dan merawat bumi Tambrauw.
“Seluruh isi hati dan pikiran saya dari kecil hingga sampai detik ini hanya memikirkan bagaimana surga kecil yang telah Tuhan jatuhkan pada tanah Papua ini menjadi surga nyata bagi kehidupan para penghuninya.
Dan kunci mewujudkan surga nyata itu ada pada diri kita. Kita adalah manusia, yang punya potensi melestarikan alam dan sekaligus potensi merusaknya. Sebagai manusia, kita dianugerahi kemampuan memilih, kehendak berpihak. Di bentang semesta, kita mau menjadi pelestari atau perusak.
Di titik inilah, sebagai manusia dan sebagai pemimpin yang memiliki kekuatan, saya memilih sisi mulia manusia: berpihak pada kelestarian alam. Apa pun kebijakan yang diambil, mestilah dibimbing oleh etika lingkungan; penghormatan kepada ibu bumi. Itulah makna kebijaksanaan hidup.
Layar alam yang terkembang memberi apa yang bisa kita pinta dan kembalikanlah apa yang sudah kita ambil itu dengan cara menjaganya secara bersama.
Mari menjalani kehidupan secara lebih seimbang. Memberi dan menerima. Itulah inti dari keseimbangan. Itulah jalan menuju hidup keberlanjutan. Jalan yang dapat mengarah pada masa depan yang lebih baik bagi semua kehidupan di planet di mana kita hidup saat ini.
Sebagai pemimpin kabupaten konservasi di Tambrauw ini, saya harus mengajak dan memberitahu para politisi, para pemimpin bisnis, dan pemimpin negeri ini untuk mengubah arah kebijakan dengan kebijakan pembangunan yang selaras dengan alam untuk masa depan negeri dan bumi kita ini lebih baik.
Yang kita butuhkan hanyalah kemauan untuk membangun sebuah rumah, sebuah kota, sebuah daerah, sebuah negara yang selaras dengan alam, yang memulihkan dunia yang lestari, kaya, sehat dan indah yang kita warisi dari nenek moyang kita yang jauh. Itulah visi peradaban surgawi yang terus mendorong saya untuk terus bekerja untuk kebaikan Tambrauw, Indonesia, dan Bumi ini.”